Pembantaian Massal 1965 Sebagai Gerakan Kontra-Revolusioner – Artikel-artikel (Kajian) Made Supriatma Terkait Genosida 1965-1966

cover foto : indoprogress.

Pembantaian Massal 1965 Sebagai Gerakan Kontra-Revolusioner

Made Supriatma (2015)

“Dengan melihat pembantaian massal tahun 1965 sebagai gerakan kontra-revolusioner juga akan mempermudah kita untuk mengerti bahwa gerakan ini adalah revolusi pada dirinya sendiri. Artinya, sekalipun merupakan ‘kontra-revolusi,’ pembantaian ini adalah sebuah revolusi. Dia melakukan reorganisasi kekuatan kelas sosial yang memiliki ideologinya sendiri. Semua kekuatan yang tidak berada dalam gerbong kelas dan ideologi kontra-revolusi yang diciptakan oleh militer Orde Baru harus diberangus dan diberantas habis. Demikianlah kita lihat bahwa kekuatan-kekuatan sosial dan politik yang dipakai dan diperalat untuk membantai oleh militer kemudian satu per satu dipungkas dan dibabat habis. Itu pulalah yang dialami oleh kaum Nasionalis dan kaum Islam. Ketika Orde Baru mengkonsolidasi kekuasaannya, dengan segera dia menyasar kekuatan politik Nasionalis dan Islam. Regim Orde Baru menyingkirkan sama sekali mereka dari kekuasaan. Dalam hal ini, dilihat dari perspektif pembantaian massal, para korban dan para jagal mengalami nasib yang sama: tergilas oleh tank-tank militer

sebuah tinjauan buku

Judul              : The Contours of Mass Violence in Indonesia, 1965-68

Editor             : Douglas Kammen dan Katharine McGregor

Penerbit         : Honolulu, Asian Studies Association of Australia dan University of Hawai’i Press

Tahun : 2012

simak pula

Tinjauan Buku / Resensi (Book Review) The Contours of Mass Violence in Indonesia, 1965-68 – Douglas Kammen; Katharine McGregor

The Troubled Victory

Sebuah Film Dokumenter Yang Menjadi Saksi Awal Pembantaian 1965

Made Supriatma (2020)

Banyak studi sudah dilakukan tentang pembantaian massal 1965. Dari banyak studi itu, satu hal yang jelas, militer tidak melakukan pembantaian. Mereka berdiri di pinggiran. Mereka memfasilitasi rakyat sipil untuk melakukan pembantaian. Militer hanya memberikan daftar, menyediakan logistik, dan bial perlu mempersenjatai. Dengan berlaku demikian, mereka tidak menanggung kesalahan dan dosanya. Rakyatlah yang membantai sesama rakyat. Dengan demikian, pertanggungjawaban menjadi hal yang mustahil. Siapa yang harus bertanggungjawab karena pembantaian dilakukan oleh ‘massa’? Bukankah ini tampak seperti main hakim sendiri oleh rakyat terhadap sesama rakyat? Bukankah hal seperti ini sering kita lihat dalam hidup sehari-hari kita?

Hari Raya Orde Baru (30 Septemberdan 1 Oktober)

Made Supriatma (2014)

1965: Pembunuhan Tanpa Akhir

Made Supriatma (2015)

Selamat Ulang Tahun, Jenderal Jagal Besar! 

Made Supriatma (2015)

Kamerad Dalam Keyakinan: Pater Joop Beek, SJ dan Jaringan BA Santamaria di Asia Tenggara

Made Supriatma (2016)

Aliansi Fasis Militer dan Fasis Keagamaan

Made Supriatma (2016)

Fobia 1965: Tidak Mudah Melawan Kegamangan

Made Supriatma (2016)

Sensus dan Pembantaian 1965 

Made Supriatma (2018)

Banyak Baca Buku Jadi Pintar, Sedikit Baca Jadi Orba 

Made Supriatma (2019)

*******

Antonius Made Tony Supriatma: Sejarah TNI adalah Sejarah Perpecahan (Dialog 2016)

Kegarangan Bisa Distel (Wawancara tirto.id)

Kekuatan milisi sipil berjalan seiring sejarah politik Indonesia, dan terlibat dalam banyak kekerasan negara sejak 1965. Mereka bisa tampil sangat bersemangat dan tumbuh subur berkat kebal-hukum.

Peneliti dari ISEAS Yusof Ishak Institute, Made Tony Supriatma memaparkan fakta penting seputar tragedi yang oleh orang Bali biasa disebut peristiwa Gestok itu. Dari hasil penelitian Made Tony, komunisme merupakan peletak dasar nasionalisme di Republik ini.

“Komunisme di Indonesia sebenarnya yang meletakkan dasar nasionalisme di Indonesia. Tidak bisa ditolak, itu kenyataan sejarah bahwa gerakan nasionalisme kita dimulai dari gerakan kelompok kiri,” kata Made Tony saat ditemui Liputan6.com di Taman Baca Kesiman, Denpasar, Kamis (26/9/2019).

selengkapnya

Yang Berdiri di Atas Tulang Anggota PKI



12938189_551820264989765_1647503545057097518_n
12512790_551820278323097_4478442714077160232_n
12039750_551820294989762_4864160213490141326_n
12417554_551820304989761_2068261941845784438_n
11216834_551820318323093_6716707183876758549_n

.

.

Seri Kompilasi Kajian Ilmiah Genosida 1965-1966 

Asvi Warman Adam,Baskara T. WardayaAriel Heryanto,Robert CribbAnnie PohlmanJohn RoosaSaksia WieringaKatharine McGregorPeter Dale ScottBenedict AndersonVannessa HearmanJess MelvinNoam ChomskyBradley Simpson, Geoffrey RobinsonGreg PoulgrainAlex de JongAndre VltchekTaomo Zhou Soe Tjen Marching, Peter Kasenda, Aiko Kurasawa,Vijay Prashad,Akihisa Matsuno , Ruth Indiah RahayuNathaniel MehrAdam Hughes Henry Henri Chambert-Loir, Wim F.Wertheim, Steven FarramSri Lestari Wahyuningroem , Joss WibisonoLeslie Dwyer – Degung Santikarma, Vincent Bevins,Wijaya Herlambang, Budiawan, Ong Hok HamRex Mortimer, Olle Törnquist, Max Lane, Hilmar Farid , Michael G. Vann Gerry van KlinkenGrace Leksana, Ken SetiawanAyu RatihYosef DjakababaAan Anshori, Muhammad Al-Fayyadl, Roy MurtadhoDeirdre Griswold , David T. HillYoseph Yapi Taum, Aboeprijadi Santoso,  Adrian Vickers, John Gittings, Jemma PurdeyHenk Schulte NordholtMartijn EickhoffMade SurpriatmaDahlia Gratia Setiyawan, Uğur Ümit Üngör, Manunggal Kusuma WardayaGloria Truly EstrelitaWulan DirgantoroKar Yen LeongWulan DirgantoroMuhidin M. DahlanDhianita Kusuma PertiwiElsa ClavéJustin L. WejakDouglas KammenMartin Suryajaya, Chris WibisanaSatriono Priyo Utomo

simak 1600 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)

14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o
13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o
13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)

Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)

Tinggalkan komentar