The Historical Analysis Of Four Major Crises During The First Two Decades Of The Republic Of Indonesia (“Tribute to” Professor dr. Wim Wertheim)

Kajian seperti dalam judul dipersembahkan untuk penghormatan kepada  Wim Wertheim, admin sekaligus menyajikan beberapa artikel Wim Wertheim secara khusus yang terkait dengan peristiwa 1965, beberapa karya cendekiawan yang didedikasikan kepada Wertheim dan beberapa tulisan mengenai Wertheim lainnya

Tinjauan Buku – “Bayang Bayang PKI” by Wim F.Wertheim

kajian penting lainnya yang tidak bisa di akses seccara online

Dunia Ketiga Dari – dan Ke Mana? Negara Protektif versus Pasar Agresif – Wim F. Wertheim

Globalisation challenge – Wim Werheim

This article is extracted from the last paper Professor Wertheim wrote. He died, aged nearly 91, on 2 November 1998.

Coen Holtzappel – The role of Suharto in the Indonesian genocide of 1965

*Coen Holtzappel adalah salah satu editor dari terbitan Profesional Blindness and Missing The Mark
‘This book contains six captivating articles about decisive moments in the first two decennia of the Republic of Indonesia’s existence (1945-1965); one per chapter with an introduction. They were presented at the memorial in honor of Professor dr. Wim Wertheim’s centennial birthday in 2008 – the doyen of post-war Dutch Indonesia research.”
by: Coen Holtzappel & PieterDrooglever (Eds.)
by: Coen Holtzappel
by: Mary van Delden
•by: Coen Holtzappel
by: Pieter Drooglever
by: Coen Holtzappel & Pieter
Drooglever
Kisah Wim dan Hetty Wertheim dengan negeri keduanya, Indonesia. Wim, Indonesianis, yang dikenal sebagai salah satu tokoh pertama yang mempertanyakan G30S versi Orde Baru.
Nama W.F. Wertheim atau Wim Wertheim terkenal sebagai salah satu tokoh pertama yang mempertanyakan G30S versi Soeharto Orde Baru. Selain Cornell Paper (karya para ilmuwan universitas Amerika) yang melihat G30S sebagai konflik internal Angkatan Darat; Wim Wertheim, gurubesar sosiologi Universiteit van Amsterdam, menyoroti hubungan erat Soeharto dengan para pelaku pembunuhan para jenderal itu. Karena pendapatnya ini, Wertheim dicekal, dia tidak pernah lagi berkunjung ke Indonesia. Padahal boleh dikatakan ini negeri keduanya.

oooooo

Anne-Ruth Wertheim, putri pendiri Komite Indonesia, Wim Wertheim, menyatakan Pengadilan Rakyat Internasional atas Kejahatan Kemanusiaan periode 1965 di Indonesia atau International People’s Tribunal (IPT) 1965 merupakan penantian yang telah lama didambakan dunia internasional.
“Pengadilan ini akan didengar dunia dan dengan adanya media sosial, orang-orang akan mengetahui apa yang terjadi di sini (IPT 1965 di Den Haag). Informasi itu tidak bisa dibendung lagi, dan orang-orang harus tahu dan akan mengetahuinya,” kata Anne-Ruth di arena Pengadilan Rakyat 1965 di Den Haag, Belanda, Kamis (12/11).

simak beritanya di  Tragedi 1965 Disidang,RI Tak Bisa Menghindari Sorotan Dunia

Bukankah akan lebih tepat bahwa rakyat Indonesia, yang memberikan penghargaan setinggi-tingginya dan rasa terima kasihnya kepada Profesor Wim Wertheim yang secara kongkrit memberikan sumbangsihnya kepada perjuangan kemerdekaan dan emansipasi rakyat Indonesia? Dengan mengutip konsep politik Bung Karno, Profesor Wertheim mreupakan elemen
dari /the new emerging forces in the midst of the old established fotrces /yang ada di dalam masyarakat Belanda seperti halnya di dalam masyarakat  
Indonesia.

Bagi saya, Wim Wertheim adalah Mutatulinya abad ke-20, yang patut memperoleh penghargaan kita. Patut kita menundukkan kepala memberikan penghormatan kepada beliau, serta menyatakan terima kasih mendalam untuk sumbangsihnya yang tak terkira kepada rakyat Indonesia.

Petikan
Pidato Joesoef Isak Saat Menerima Wertheim Award 2005

Seri Kompilasi Kajian Ilmiah Genosida 1965-1966 

Asvi Warman Adam,Baskara T. WardayaAriel Heryanto,Robert CribbAnnie PohlmanJohn RoosaSaksia WieringaKatharine McGregorPeter Dale ScottBenedict AndersonVannessa HearmanJess MelvinNoam ChomskyBradley Simpson, Geoffrey RobinsonGreg PoulgrainAlex de JongAndre VltchekTaomo Zhou Soe Tjen Marching, Peter Kasenda, Aiko Kurasawa, Vijay Prashad Akihisa Matsuno  , Ruth Indiah RahayuNathaniel MehrAdam Hughes Henry Henri Chambert-Loir, Wim F.Wertheim, Steven FarramSri Lestari Wahyuningroem , Joss WibisonoLeslie Dwyer – Degung Santikarma, Vincent Bevins,Wijaya Herlambang, Budiawan, Ong Hok HamRex Mortimer, Olle Törnquist, Max Lane, Hilmar Farid , Michael G. Vann Gerry van KlinkenGrace Leksana, Ken SetiawanAyu RatihYosef DjakababaAan Anshori, Muhammad Al-Fayyadl, Roy MurtadhoDeirdre Griswold , David T. HillYoseph Yapi Taum, Aboeprijadi Santoso, Adrian Vickers, John Gittings, Jemma PurdeyHenk Schulte NordholtMartijn EickhoffMade SurpriatmaDahlia Gratia Setiyawan, Uğur Ümit Üngör, Manunggal Kusuma WardayaGloria Truly EstrelitaWulan DirgantoroKar Yen Leong, Muhidin M. DahlanDhianita Kusuma PertiwiElsa ClavéJustin L. WejakDouglas KammenMartin Suryajaya,Chris WibisanaSatriono Priyo Utomo

 

simak 1700 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)

14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o
 
13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)
Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)
Bookmark and Share

Tinggalkan komentar