Indonesian Political Exiles (Eksil ‘1965) -Artikel-artikel (Kajian) David T. Hill Terkait Genosida 1965-1966 – David T. Hill Articles Related to Indonesian Genocide 1965-1966

The Dilemma of Indonesian Political Exiles in China after 1965 – David T Hill

(artikel penuh)

Several thousand Indonesians were in China on 1 October 1965, when six senior military officers were killed in Jakarta by the Thirtieth of September Movement (G30S) in a putsch blamed upon the Indonesian Communist Party (PKI). The event changed the lives of Indonesians—in China and in their homeland—irrevocably. This article examines the impact of bilateral state relations upon the fate of those Indonesian political exiles in China and assesses the role of the Beijing-based leadership of the PKI (known as the Delegation of the Central Committee) as it attempted to manage the party in exile. Oral and written accounts by individual exiles are drawn upon to illustrate the broader community experience and trauma of exile, which was particularly harsh during the Cultural Revolution. The fate of the Indonesian exiles during this tempestuous period of Chinese politics was exacerbated by the failure of the delegation and, ultimately, by the exiles’ eventual rejection by the Chinese state.

Indonesian Political Exiles in the USSR – David T Hill

(Artikel Penuh)

The Fragile Bloom of the Kimilsungia –INDONESIAN POLITICAL EXILES IN NORTH KOREA – David T. Hill

(Artikel Penuh)

Indonesian political exiles in the Netherlands after 1965; Postcolonial nationalists in an era of transnationalism

(Artikel Penuh)

 

KNOWING INDONESIA FROM AFAR: INDONESIAN EXILES AND AUSTRALIAN ACADEMICS’

David T. Hill Asia Research Centre, Murdoch University

(Artikel Penuh)

 

Indonesia’s Exiled Left as the Cold War Thaws

(Artikel Penuh)

 

Writing Lives in Exile: Autobiographies of the Indonesian Left Abroad – David T. Hill

[ABSTRACT]

 

 

Prolog David T Hill untuk Buku Sastra dan Politik Representasi Tragedi 1965 dalam Negara Orde Baru oleh Yoseph Yapi Taum

Mengurai Teks, Mengakhiri Kebencian

(Artikel Penuh)

66446262_2359106964348551_2437089070816428032_o

Yang disajikan di dalam buku ini merupakan buah hati serta buah pikirannya selama Asahan mengembara seantero dunia. Dan hikmahnya banyak bagi pembaca Indonesia sekarang. Banyak dari sejarah ini belum diketahui masyarakat Indonesia. Lebih-lebih lagi, inilah karya yang menuntut respons, malah menggoda reaksi, dari pembacanya. Dalam gaya khasnya Asahan yang kontroversial dan yang tak kunjung padam. – Emeritus Professor David T. Hill (Asia Research Centre, Murdoch University)

EKSIL DAN STIGMATISASI PASCA-1965

Tahun ini 55 tahun sudah, bangsa Indonesia digulung-gulung oleh stigma dan stereotip ideologi kiri. Sejak Kudeta 30 September 1965, stigmatisasi dan peng-stereotipan ini tidak hanya menghambat proses demokratisasi, tetapi juga memecah-belah bangsa dengan menumbuhkan rasa takut.

Di kalangan kaum eksil, hal ini jelas terasakan. Sekadar contoh, Francisca C. Fanggiday sejak tahun 1965, selama lebih dari 48 tahun, tidak berhubungan dengan keluarganya. Tante Cisca, begitu orang memanggilnya, memulai karirnya sebagai wartawan. Tahun 1957 ia duduk di DPR mewakili golongan karya (bukan partai politik) dan diutus ke Chili pada tahun 1965 untuk menghadiri kongres organisasi wartawan internasional. Sejak itu ia menjadi seorang eksil. Awalnya ia menetap di Cina selama 20 tahun, kemudian sejak tahun 1985 bekerja dan hidup di Belanda. Keterpaksaan Francisca untuk berpisah dari keluarganya, melepaskan kontak, memendam kepedihan, adalah ragam kisah berulang kaum eksil.

50 Tahun kemudian, Oktober 2015, Tom Iljas seorang eksil dari Swedia, dideportasi dari Indonesia ketika hendak berziarah ke makam ibunya di Kampung Salido, Kecamatan Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Nama Tom Iljas, masih berada dalam daftar hitam (black list) Departemen Imigrasi. Iljas adalah salah seorang mahasiswa teknik pertanian yang dikirim dari kampungnya untuk melanjutkan kuliah. Karena Peristiwa 1965, ia menjadi eksil di Swedia. Ia kini menetap di Singapura.

Stigma ini melekat bukan hanya pada kaum eksil, korban dan penyintas tragedi 65 serta keluarganya, melainkan juga pada kaum aktivis demokrasi. Label macam: ‘kebangkitan PKI’, ‘PKI Gaya Baru’ atau lambang palu arit yang dipasang di ruang-ruang publik ternyata tetap efektif dalam memelihara stigma sekaligus memberangus aksi pro-demokrasi. Di lain pihak, pada kenyataannya akibat hasil propaganda, sebagian besar masyarakat masih percaya komunisme itu berbahaya. Webinar Eksil dan Stigmatisasi Pasca-1965, akan menitikberatkan pada pengalaman pribadi kaum eksil dalam kaitannya dengan stigmatisasi ini.

Untuk menjajagi perspektif ke depan dan melampaui sejarah kebohongan yang berlarut-larut ini, Watch65 mengundang David T.Hill (sejarawan), Tom Iljas, Andreas Sungkono dan Gde Arka (eksil), Asvi Warman Adam (sejarawan), dan Dyah Kathy Kartika (Ingat65/ mewakili generasi millenial) bersama-sama membuka perspektif yang lebih optimis. Karenanya kami mengajak Anda untuk hadir dan aktif pada acara : Webinar Watch65 Eksil & Stigmatisasi Pasca-1965 Bersama: David T.Hill, Tom Iljas, Andreas Sungkono, Gde Arka, Asvi Warman Adam, Dyah Kathy Kartika Moderator Ratna Saptari dan Frieda Amran

Seri Kompilasi Kajian Ilmiah Genosida 1965-1966

Asvi Warman Adam,Baskara T. WardayaAriel Heryanto,Robert CribbAnnie PohlmanJohn RoosaSaksia WieringaKatharine McGregorPeter Dale ScottBenedict AndersonVannessa HearmanJess MelvinNoam ChomskyBradley Simpson, Geoffrey RobinsonGreg PoulgrainAlex de JongAndre VltchekTaomo Zhou Soe Tjen Marching, Peter Kasenda, Aiko Kurasawa,Vijay Prashad,Akihisa Matsuno  , Ruth Indiah RahayuNathaniel MehrAdam Hughes Henry Henri Chambert-Loir, Wim F.Wertheim, Steven FarramSri Lestari Wahyuningroem , Joss WibisonoLeslie Dwyer – Degung Santikarma, Vincent Bevins,Wijaya Herlambang, Budiawan, Ong Hok HamRex Mortimer, Olle Törnquist, Max Lane, Hilmar Farid , Michael G. Vann Gerry van KlinkenGrace Leksana, Ken SetiawanAyu RatihYosef DjakababaAan Anshori, Muhammad Al-Fayyadl, Roy MurtadhoDeirdre Griswold , David T. HillYoseph Yapi Taum, Aboeprijadi Santoso,  Adrian Vickers, John Gittings, Jemma PurdeyHenk Schulte NordholtMartijn EickhoffMade SurpriatmaDahlia Gratia Setiyawan, Uğur Ümit Üngör, Manunggal Kusuma WardayaGloria Truly EstrelitaWulan DirgantoroKar Yen LeongWulan DirgantoroMuhidin M. DahlanDhianita Kusuma PertiwiElsa ClavéJustin L. WejakDouglas KammenMartin Suryajaya, Chris Wibisana

simak 1600 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)

 

14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o

13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)
Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)

Tinggalkan komentar