Studi-Kajian Hilmar Farid Tentang Genosida 1965-1966, Pramoedya Ananta Toer dan Historiografi [Kompilasi Teks dan Video]

cover foto : Minke – Sang Pemula karya a.isw

Pertama mesti diingat bahwa pembunuhan massal 1965 tidak terjadi secara acak. Pembunuhan itu dilakukan secara teratur, sistematis, dan dengan sasaran yang jelas: serikat –serikat buruh, petani dan kekuatan politik berbasis kelas. Pembunuhan bukanlah ‘amuk massa’ seperti yang coba dikesankan banyak orang, melainkan rangkaian tindakan yang sistematis dan terencana, melibatkan birokrasi dan organisasi anti-komunis. Orang ditangkap dan ditahan di kantor polisi atau markas militer, lalu secara bertahap dibawa pergi untuk dibunuh. Tujuannya jelas untuk menghabisi kekuatan politik berbasis kelas. Di sektor tertentu seperti industri minyak yang memerlukan tenaga trampil, pembersihan tidak mungkin dilakukan menyeluruh. Alhasil kaum buruh yang bergabung dengan organisasi kiri tidak dibunuh tapi bekerja di bawah todongan senjata. Praktek represi semacam ini masih kita lihat pada tahun 1980an dan bahkan 1990an. Semua dilakukan sangat sistematis untuk menyebar ketakutan.

 

Semua ini, saya kira, menunjukkan bahwa apa yang terjadi pada tahun 1965 dan setelahnya adalah sebuah upaya untuk mempercepat proses akumulasi kapital. Semua kekuatan yang menghalangi potensi akumulasi itu dihancurkan. Misalnya di Sumatera Timur, Jawa Timur, atau Bali, di mana kerjasama atau gotong royong – kalau meminjam istilah Sukarno – dan kolektivitas masih sangat tinggi. Pembunuhan massal di sini bukan hanya berarti hilangnya nyawa manusia, tapi juga hancurnya sistem sosial yang mereka hidupi. Di Bali, orang ‘berkesenian’ itu sebagai bagian dari hidupnya sehari-hari. Penari, pematung, pelukis itu juga bertani karena memang bidang-bidang kegiatan itu tidak dilihat terpisah. Kalau petani berkumpul menunggu datangnya panen, ya menari, melukis dan sebagainya. Tapi sekarang menari jadi komoditas dan terpisah dari kehidupan petani. Anak-anak belasan tahun jadi ‘penari profesional,’ tampil di depan turis dengan bayaran tidak seberapa. Pertunjukan yang biasanya beberapa jam disingkat-padatkan agar sesuai dengan selera turis. Perubahan sikap, cara pandang, dan praktek berkesenian ini bukan sesuatu yang alamiah sekadar mengikuti perkembangan zaman. Zaman tidak berubah dengan sendirinya. Kapital di Indonesia dan Bali pada khususnya bisa tumbuh berkembang menjalar ke segala bentuk kehidupan karena adanya represi. Pembunuhan massal berperan penting menghancurkan sendi-sendi kehidupan sosial dan budaya, menyiapkan ‘lahan’ bagi akumulasi kapital.

 

Akumulasi kapital di mana pun juga harus memiliki titik awal. Dalam buku Kapital, Marx menyebutnya ‘akumulasi asali’ atau sering juga diterjemahkan sebagai ‘akumulasi primitif.’ Proses akumulasi asali ini selalu melibatkan kekerasan seperti land enclosure di Inggris, kolonialisme di Asia, dan sebagainya. Pembunuhan massal 1965, menurut saya, adalah salah satu momen akumulasi asali yang menghancurkan sistem sosial dan kekuatan politik yang menghalangi ekspansi kapital.”

selengkapnya Hilmar Farid : Warisan Kunci Politik Orde Baru adalah Kemiskinan Imajinasi Politik, Sosial, dan Kultural! – Wawancara Indoprogress

 

Indonesia’s Original Sin: Mass Killings and Capitalist Expansion, 1965-66 – Hilmar Farid (artikel penuh)

G-30-S dan Pembunuhan Massal 1965-66 – Hilmar Farid

*Versi awal makalah ringkas ini disampaikan dalam diskusi buku Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto karya John Roosa, yang diselenggarakan di kampus Universitas Sanata Dharma, Jogjakarta, 31 Maret 2008. Setelah diskusi itu saya memperbaikinya dengan masukan dan komentar dari para peserta diskusi.

 

nvy

TAHUN YANG TAK PERNAH BERAKHIR: MEMAHAMI PENGALAMAN KORBAN 65 (ED. AYU RATIH, HILMAR FARID DKK)

Prasyarat Kultural Dibutuhkan untuk Pengungkapan Peristiwa 65

Demi Kebenaran Pemetaan Upaya-Upaya Pencarian Keadilan dalam Masa Transisi di Indonesia — Hilmar Farid & Rikardo Simarmata

Tentang Pramoedya Ananta Toer

Pramoedya Ananta Toer (1925-2006) – Hilmar Farid

Tentang Kelahiran Bumi Manusia – Hilmar Farid

Pramoedya dan Historiografi Indonesia – Hilmar Farid

He wept for Indonesia – Hilmar Farid

Pramoedya the writer was also an historian who loved his country.

Rewriting The Nation : Pramoedya Ananta Toer and The Politics of Decolonization – Hilmar Farid Setiadi; A Thesis Submitted for Degree Of Doctor of Philosophy

chapter 1  chapter 2 

Hilmar Farid: Pramudya Mencari Rumah

tentang historiografi indonesia

Jangan Takut Pada Sejarah

Perbincangan Faisol Reza Bersama Hilmar Farid

Memikirkan ulang historiografi Indonesia – 1 / Masyarakat Sejarawan Indonesia

Kaum Kiri dalam Historiography Orde Baru – JAVIN

Islam vis a vis Komunisme? – JAVIN

Revolusi atau Perang Kemerdekaan- JAVIN

Sekitar 1945 – JAVIN

Efek Terror Pembunuhan Massal 1965- JAVIN

Pidato Kebudayaan – Hilmar Farid – 2014

teks pidato kebudayaan

Arus Balik Kebudayaan : Sejarah Sebagai Kritik

Seri Kompilasi Kajian Ilmiah Genosida 1965-1966 

Asvi Warman Adam,Baskara T. WardayaAriel Heryanto,Robert CribbAnnie PohlmanJohn RoosaSaksia WieringaKatharine McGregorPeter Dale ScottBenedict AndersonVannessa HearmanJess MelvinNoam ChomskyBradley Simpson, Geoffrey RobinsonGreg PoulgrainAlex de JongAndre VltchekTaomo Zhou Soe Tjen Marching, Peter Kasenda, Aiko Kurasawa,Vijay Prashad,Akihisa Matsuno  , Ruth Indiah RahayuNathaniel MehrAdam Hughes Henry Henri Chambert-Loir, Wim F.Wertheim, Steven FarramSri Lestari Wahyuningroem , Joss WibisonoLeslie Dwyer – Degung Santikarma, Vincent Bevins,Wijaya Herlambang, Budiawan, Ong Hok HamRex Mortimer, Olle Törnquist, Max Lane, Hilmar Farid , Michael G. Vann Gerry van KlinkenGrace Leksana, Ken SetiawanAyu RatihYosef DjakababaAan Anshori, Muhammad Al-Fayyadl, Roy MurtadhoDeirdre Griswold , David T. HillYoseph Yapi Taum, Aboeprijadi Santoso,  Adrian Vickers, John Gittings, Jemma PurdeyHenk Schulte NordholtMartijn EickhoffMade SurpriatmaDahlia Gratia Setiyawan, Uğur Ümit Üngör, Manunggal Kusuma WardayaGloria Truly EstrelitaWulan DirgantoroKar Yen LeongWulan DirgantoroMuhidin M. DahlanDhianita Kusuma PertiwiElsa ClavéJustin L. WejakDouglas KammenMartin Suryajaya, Chris WibisanaSatriono Priyo Utomo

simak 1700 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)

 

14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o
13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)
Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)

Tinggalkan komentar