Mengambil Jatah di Daerah Merah
Ladang Pembantaian di Boyolali dan Klaten
PENGAKUAN ALGOJO 1965 (hal 78)
Investigasi Tempo Perihal Pembantaian 1965
Dipulangkan Namun Tak Kembali
(Halaman 79-114)
–Gerakan Kiri di Boyolali Utara
-Operasi Penghancuran Gerakan Kiri
-Organisasi dan Logistik Kekerasan
-Yang Dibutuhkan Pemerintah
-Yang Tak Kembali
-Lintang Kemukus di Wonosegoro dan Kemusu
-Setengah Abad Kemudian
Kerja Paksa Membendung Penghilangan Paksa di Boyolali
(halaman 141-164)
dalam buku
(unduh) Pulangkan Mereka! Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa di Indonesia
info grafis halaman 94
Kebijakan Kerja Paksa, Ladang Kerja Paksa,
Penggalan Kepala Dipajang sepanjang Jalan – ypkp1965
Kesaksian Endang Kustantinah, usia 8 tahun murid SD Kragilan, Boyolali, kelas 2 pada 1965
Temuan Baru YPKP’65: Titik Kuburan Massal Korban Tragedi 65 di Boyolali
[Suali Dwijosukanto Bupati Boyolali 1961-1965]
“Keponakan saya bilang saya mau dibunuh,” ujar Soenarno.
Soenarno tak membual. Keponakannya, Sri Widayani mengatakan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) didatangkan dari Jakarta untuk memburu simpatisan Soekarno. Terutama, yang diduga terlibat dalam gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Selain Soenarno, ada Bupati Boyolali, Suali yang juga menjadi target pasukan tersebut.
Suali tak beruntung. Dia mati dibunuh.
dipetik dari Menjelang Detik Terakhir oleh Anugerah Perkasa
Selanjutnya di Kabupaten Boyolali, tepatnya di wilayah Sonolayu, terdapat tempat pemakaman umum di tengah kota yang pada sisi pinggirnya merupakan kuburan massal berisi 100-200 jenazah tidak dikenal. Warga sekitar mengatakan pada Bejo, sekitar tahun 1965 pernah dibuat lubang besar. Banyak tahanan politik yang diseret, dipukul dan dieksekusi kemudian dikuburkan di situ tanpa nisan penanda. “Itu menurut pengakuan warga sekitar dan juru kunci pemakaman,” ucapnya.
Menurut Bejo, di tempat tersebut juga menjadi lokasi eksekusi Bupati Boyolali Suwali dan anggota DPRD Siswowitono pada tahun 1965.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “YPKP 1965 Sebut Ada Puluhan hingga Ratusan Kuburan Massal Tragedi 1965 di Jawa”,
Memasuki tahun 1960, hasil kerja keras dituai. Hampir di tiap penjuru negeri, panji Palu Arit berkibar. Pimpinan PKI, D.N Aidit mengklaim massa PKI di seluruh Indonesia telah mencapai 1,5 juta anggota. Di sejumlah daerah tingkat II (Cirebon di Jawa Barat, Surabaya di Jawa Timur, Surakarta, Magelang, Salatiga, dan Boyolali di Jawa Tengah), kader PKI menduduki kursi bupati atau walikota.
dipetik dari Mengapa PKI Berjaya? – historia
Kisah G30S 1965 dan Harmoni yang Koyak di Lereng Merapi -tempo.co
G30S 1965 dan Gagasan Membangun Rekonsiliasi di Basis PKI – tempo.co
Dorongan untuk membangun rekonsiliasi Tragedi 1965 terus menguat sejak tahun 2002 lalu. Kondisi itu membuat Lembaga Kajian Transformasi Sosial (LKTS) Boyolali Jawa Tengah melakukan penelitian untuk menggali fakta yang terjadi di masa menjelang lengsernya pemerintahan Orde Lama itu.
Selama ini, daerah yang berada di utara Kota Solo itu dikenal sebagai salah satu basis gerakan komunis. Cerita tentang kekejaman yang terjadi di lereng Merapi itu terus berkembang dari mulut ke mulut. Tidak jarang, ada bumbu-bumbu yang ditambahkan sesuai kepentingan.
“Kami mencoba membuat penelitian dengan mewawancarai sejumlah saksi sejarah,” kata Direktur LKTS Boyolali, Ismail Al Habib. Mereka mencoba menggali dan merekonstruksi cerita yang sesungguhnya mengenai apa yang terjadi pada saat itu. “Sayang, sebagian besar saksi sejarah itu kini sudah meninggal,” katanya kepada Tempo, Jumat 25 September 2015 lalu.
Peristiwa KONFLIK 1965 –1966 di Boyolali
Oleh : Ismail Al Habib, Soekamso dan Istamar
Lembaga Kajian untuk Transformasi SosialSaat operasi berjalan sampai ke daerah kantong-kantong PKI tidak ada perlawanan sama sekali dari pihak PKI. Mereka yang ditangkap langsug diserahkan kepada tentara dalam hal ini adalah RPKAD sebagai koordinator operasi. Ada beberapa daerah yang mengadakan perlawanan dengan melakukan penebangan pohonpohon. Penebangan pohon itu terjadi di daerah Mojosongo arah ke Solo sampai di Banyudono / Ngangkruk (Shaleh & Maskkyuri). Terjadinya penebangan pohon dan pembakaran yang dilakukan oleh orang-orang PKI tersebut untuk menghalang gerakan RPKAD dalam melakukan operasi terhadap orang PKI. Dalam operasinya Patroli ini tidak pernah menemukan orang yang melakukan aksi penebangan tersebut dan ketika bertanya kepada masyarakat sekitar jawabnya tidak tahu. Aksi pembakaran dan penebangan pohon tersebut pada hari Jumat pahing.(Pomo)
Didesa Randusari kecamatan Teras basis BTI terjadi Pembakaran rumah – rumah penduduk yang dilakukan oleh Operasi yang terdiri dari Marhen gadungan dan aparat tantara. Selain pembakaran juga melakukan sweeping terhadap tokoh masyarakat baik itu kepala desa maupun yang lainnya. Pembakaran tersebut terjadi pertengahan Oktober 1965 setelah Tragedi di Jakarta.(Harto) Pembakaran juga terjadi di desa Galsari tepatnya di selatan Desa Randusari. Kalau pembakaran di Randusari dilakukan oleh Operasi dan Marhen Gadungan, tetapi di Galsari isunya dilakukan oleh orang – orang PKI. Selain isu pembakaran juga terdengar isu akan adanya penangkapan dan pembantaian terhadap orang PNI.(Suyit)
Selain terjadinya perlawanan PR terhadap operasi di daerah Mojosongo dan sekitarnya, juga terjadi perlawanan dari arah utara. Penyerangan dari arah utara tersebut tepatnya di daerah Sunggingan. Penyerangan itu terjadi pada hari Jumat Pahing yang dilakukan oleh Pemuda Rakyat dan Pemerintah yang setia.(Bantu)
Namun menurut pendapat Pak Diono, peristiwa yang terjadi pada hari Jumat Pahing merupakan operasi yang dilakukan oleh barisan KAMMI/KAPPI dan tentara. Operasi tersebut di lakukan di daerah Karanggeneng karena di daerah tersebut sebagai basis PKI. Dalam operasi tersebut melakukan pembakaran terhadap rumah tokoh dan penangkapan terhadap tokoh PKI tersebut. Karena sebelum adanya peristiwa tersebut sudah ada beberapa Panser yang diparkirkan di beberapa pojok kota Boyolali. (Diono & Makno)
simak pula
Perginya Mbah Suti (Hardjo Sutiyem) – Pimpinan Gerwani Boyolali
periksa pula
Kedungombo adalah sebuah wilayah yang merupakan bagian dari Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Wilayah tersebut dikenal secara luas di seluruh Indonesia karena masalah kontroversial soal proyek pembangunan waduk yang dibiayai oleh Bank Dunia. Pada akhir 1980-an, ketika proyek tersebut mulai digarap, penduduk setempat menolak untuk meninggalkan kampung halaman mereka karena mereka tidak sepakat dengan jumlah kompensasi atas pengambilalihan tanah dan rumah mereka. Menjawab penolakan tersebut, pemerintah daerah – dari tingkat provinsi hingga ke tingkat desa – menyalahkan mereka sebagai “komunis”, karena daerah ini sebelumnya memang merupakan daerah pendukung terkuat PKI. Tentang pembangkangan sipil rakyat Kedungombo, lihat Stanley, Seputar Kedungombo (Jakarta: ELSAM – Lembaga Studi Hak Asasi Manusia, 1993).
disalin dari catatan Kaki no 37 buku Mematahkan Pewarisan Ingatan – Budiawan
Politik Belah Bambu di Kedung Ombo – Melawan Lupa MetroTV
Selain diperlemah secara hukum, citra PKI tak lupa dilekatkan kepada warga Kedung Ombo. “Di Kedung Ombo, petani yang membangkang untuk menyerahkan tanahnya, dicap sebagai PKI dengan cara diberi kode ET di KTP mereka, padahal mereka adalah petani yang sejak lama bersih dari identitas seperti itu. Bahkan, Presiden Soeharto sendiri dalam pidato pembukaan Waduk Kedung Ombo mengatakan dirinya memahami bahwa orang atau warga yang tidak mau menerima pembangunan Waduk Kedung Ombo disusupi oleh komunis,” tulis Ikrar Nusa Bhakti dalam Militer dan Politik Kekerasan Orde Baru: Soeharto di Belakang Peristiwa 27 Juli (2001: 280).
selengkapnya Kejamnya Penggusuran Warga Kedung Ombo dengan Dalih Pembangunan – tirto.id