#4 Wonogiri (Bag 1): Kisah-Kisah Pembunuhan
#4 Wonogiri (Bag 2): Kisah-Kisah Perburuan
#4 Wonogiri (Bag 3): Kuburan Merah
#4 Wonogiri (Bag 4): Pembuangan Akhir Mayat-mayat Merah
silahkan simak artikel Muhidin M Dahlan lainnya
Syawal Itu Merah : Ziarah Luka Lintas 11 Kabupaten di Jawa Tengah dan Timur
Pendeta pencatat sejarah ‘Kaum Kiri’ di Wonogiri –rappler.com
Di luar gereja dan jemaatnya, Yahya mendata dan menuliskan dalam catatan pribadinya penuturan para saksi dan penyintas yang masih hidup. Ia berhasil menemukan sekitar 100 orang saksi dan penyintas di Wonogiri pada awal 2000-an, namun jumlahnya terus berkurang setiap tahun karena meninggal dunia.
Yahya mencatat ada 22 kuburan massal di Wonogiri yang menjadi tempat eksekusi terduga komunis. Beberapa saksi juga menuturkan peristiwa berdarah itu.
Dengan kehilangan kata-kata di hadapan Luweng Mloko
Tanpa menaburkan bunga peziarahan ini kurasa tetap sah saja
38 tahun berlalu sudah dan tetap tergambar jelas
Rentetan tembak dan teriak mengiring jatuh tawanan-tawanan
Terbanting di dinding-dinding bebatuan
Terkapar di dasar kegelapan
Masih hidup luka-luka ataukah langsung mati bukan lagi urusan
Pesan teror sudah jelas diancamkan kepada penduduk sekitar
Bila coba-coba berani menanyakan mengapa
Mungkin pohon dadap duri di pinggir luweng ini bisa bersaksi
Bagaimana wajah-wajah tiga truk tawanan sebelum mereka mati
Benarkah mereka riang bernyanyi “Genjer-Genjer”, juga “Internasionale”
Ataukah diam membisu ketakutan sepanjang puluhan km perjalanan dari kamp
Dengan jempol tangan terbelenggu dikrinceng di punggung, mata dibalut kain hitam
Ketika maut dipaksakan, tak perduli hati telah pasrah ataukah berontak penasaran
Sepak sepatu lars, peluru tet tet tet tet tet, telah merebut kewenangan malaikat el-maut
Di alam sana entah bagaimana penghakiman terjadi aku tak mengurusi
Namun jelas di sini yang ada ialah: impunity
Dengan kehilangan kata-kata di hadapan Luweng Mloko
Kesunyian sekitar bukit-bukit cadas kapur tandus gersang bercerita banyak
Angkatan demi angkatan silih berganti
58 tahun Indonesiaku merayakan kemerdekaan
Dan terlalu banyak kisah seperti luweng mloko ini;
Terus menganga tak bisa ditutupi
Dan angin kabur membawa bau gendruwo, mambang dan peri
Dan tanpa ada bunga tertabur
Tulang-tulang berserak di luweng bukit kapur
Dengan diam dan sabar mengadu kepada Komnas HAM
Menantikan kerja komisi kebenaran dan rekonsiliasi
Menagih kemanusiaan minta dimaknai di Bumi Pertiwi
Puisi di atas adalah karya Yahya Tirta Prewita, seorang pendeta, penyair, dan aktivis kemanusiaan yang tinggal di Purwantoro, ujung timur Kabupaten Wonogori, Jawa Tengah. Puisi tersebut dipersembahkan untuk JJ Kusni, sastrawan kiri yang menjadi eksil di Eropa pada era Orde Baru.
Puisi yang ditulis pada Agustus 2003 itu berjudul Luweng Mloko, yang berkisah tentang sebuah goa vertikal di wilayah perbukitan karst yang gersang, yang menjadi saksi bisu penghilangan paksa ratusan orang yang diduga simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) periode 1965-66. Bait-baitnya menyusun sebuah penggalan sejarah setengah abad lalu yang nyaris terlupakan.
selengkapnya
https://www.rappler.com/indonesia/125654-pendeta-pencatat-sejarah-kaum-kiri-wonogiri
simak pula
Bibliografi Kajian-kajian Pembunuhan Massal 1965-1968 di Tingkat Regional dan Lokal #Genosida
Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)