[Situs Genosida] Jejak Jagal dan Suara Senyap Genosida Politik 1965-1966 di Sumatera Utara

di hari-hari
petaka itu terjadi

ayah, ibu terapung di alir sungai
bersama putranya, terikat di setagen.
menepi ketepi di sungai Bilah.
didorong hanyut dengan buluh, ketengah arus.
hanyut kehilir.
batu, 1966.

. di asahan

— ketika kemanusiaan bermakna menghakimi.
anak rakit di sungai asahan.
menyusu di jenazah bunda.
terapung ke kuala, dibawa arus.
terayun-ayun kembali kehulu, dan hilang ditelan ombak.
dibiarkan.
asahan, 1966.
Simak pula
Refleksi tentangPembantaian 1965 di Indonesia dan Warisan Sejarahnya
 (indoprogress)
*simak bagian Medan dan Sumatra Utara: Sejarah Lokal
**kajian ini berangkat  dari tinjauan atas film Jagal dan Senyap
 






Pulangkan Mereka! Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa Di Indonesia

bab 1 bagian 1
Penghilangan
Paksa dan Kehancuran Organisasi Buruh
Perkebunan
SumateraUtara, 1965-1967 – Elsam

Mencari Desa Hilang di Padang Halaban – Mongabay Indonesia


“tak boleh lagi kembali
ke jalan senyap
setengah abad yang bisu
sudah lebih lampaui
waktu”
[Jalan Senyap, dari
Antologi Puisi “Kayusula”, Aris Panji Ws; 2017]
Prolog Untuk Mengarifi Sejarah Lokal di Sumatera Utara

sumber  liputan khusus Majalah TempoPENGAKUAN ALGOJO 65

simak artikel lainnya di edisi khusus Tempo khususnya menyangkut genosida di Sumatera Utara
Dokumen Kedubes AS
terkait 1965 yang dideklasifikasi 2017
U.S. Consulate in Medan, Telegram
509 to Jakarta, Limited Official Use
1965-06-08
Konsul AS di Medan melaporkan bahwa pejabat-pejabat AD di Medan telah mengesampingkan pejabat-pejabat setempat dengan menggunakan kekuasaan di bawah Komando Dwikora yang dikeluarkan oleh Presiden Sukarno untuk memberikan kekuasaan yang lebih besar pada ABRI dalam konteks perang Konfrontasi dengan Inggris soal pembentukan Malaysia. Pada tanggal 1 Oktober, seperti dipaparkan oleh sejarawan Jess Melvin, para komandan militer di Medan menggunakan kekuasaan yang sama untuk mengumumkan darurat militer dan melancarkan pembunuhan pertama terhadap mereka yang dituduh pendukung PKI.
Telegram 779A from American
Embassy in Jakarta to Secretary of State in Washington, Secret
Dokumen ini mencatat sebuah percakapan antara staf Kedubes dan Surtarto, asisten khusus Ruslan Abdulgani. Dicatat bahwa “aksi-aksi anti-PKI” sekarang terjadi di Medan, Sumatra Selatan, dan Makassar, sementara Jawa Tengah sedang “bergolak.” “Aksi anti-PKI” ini dilaporkan sedang dipimpin oleh “[kelompok-kelompok] AD/Islam.” Surtarto dengan bebas membahas interogasi Untung (salah satu pemimpin Gerakan 30 September) dan menyarankan “mungkin kita harus menggantung” para pemimpin inti PKI dan “membunuh” Komandan Angkatan Udara (AU) Omar Dani. Staf Kedubes AS dicatat bertanya apakah tindakan-tindakan AD akan mencapai “lebih dari” demonstrasi-demonstrasi anti-PKI yang sedang berlangsung dan “penjarahan”
instalasi dan rumah-rumah pribadi yang berhubungan dengan PKI. Rencana AD
mengadakan aksi-aksi di Kedubes Republik Rakyat Cina juga dilaporkan.
Telegram 184A From American
Consulate in Medan to the American Embassy in Jakarta, Confidential
1965-12-06
Laporan ini melaporkan bahwa kelompok Islam Muhammadiah di Medan sedang mengeluarkan instruksi-instruksi yang menyatakan bahwa adalah suatu kewajiban agama untuk membunuh “PKI.” Instruksi ini (bahwa anggota PKI adalah tingkat kafir terendah yang “penumpahan darahnya sebanding dengan membunuh ayam”) disebarkan di mesjid-mesjid. Instruksi-instruksi ini, dilaporkan, ditafsirkan sebagai “ijin luas untuk melakukan pembunuhan.” Organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU)
dikatakan memiliki posisi yang sama.
Telegram 183 A From American Consulate in Medan to American
Embassy in Jakarta, Confidential
Laporan ini menjelaskan militer “memperkuat cengkeramannya pada semua aspek kehidupan politik” di Sumatra. Laporan tersebut melaporkan bahwa gubernur
dan pemerintah kabupaten kepulauan sekarang berada di bawah kendali militer. Pihak militer juga membentuk sebuah “organisasi payung Muslim untuk merangkul dan mengendalikan semua organisasi Muslim.” Dicatat keinginan militer agar partai politik tetap ditekan, karena lebih suka memerintah melalui kelompok fungsional yang didirikan di bawah Demokrasi Terpimpin. Memang, militer melanjutkan proses ini lebih jauh. Front Nasional, laporan tersebut menjelaskan, sekarang akan menjadi “instrumen tentara untuk mengendalikan partai dan ormas.” Pers berada di bawah kendali AD. AD juga terus mempersenjatai unit-unit Hansip untuk “memperluas komando militer langsung ke setiap desa di Sumatera.” Tidak ada perlawanan yang kuat terhadap hal ini
karena pemandulan partai politik. Laporan tersebut menyatakan bahwa terlepas
dari perkembangan di Jawa, kemungkinan militer akan terus mempertahankan
pegangan besinya di Sumatra.

kemana amang

— huta dan hauma
menangislah, ito. tak usah ragu.
ceritakanlah.
mereka paksa, inang dan adik-adik menyaksikan.
mereka ikat amang dipohon tumbang ditepi bondar
lalu dipukuli.
katanya amang dan kawan-kawannya pemberontak,
anti pancasila.
dua bulan amang mereka kurung dimarkas tentara
dikecamatan.
sesudah itu
amang, kata mereka dipindahkan.
kepembuangan.
Inang mencarinya kemana-kemana
kesemua markas tentara.
akhirnya kami mendapat khabar
seorang kawan amang
yang selamat dari pembantaian.
amang sudah mati.
mereka bunuh, dijembatan pulo raja.
tahun-tahun berikutnya
huta dan hauma dijadikan
kebun sawit.
sebab kata mereka
tanah itu dulunya milik negara.
diserobot amang dan kawan-kawannya
dijadikan huta dan hauma.
tapi, mengapa
yang dia saksikan sekarang,
perkebunan itu milik Swasta
,juga milik pemodal asing..
dia tengadah, seperti menantang langit.
menghentakkan kaki
seperti membangunkan bumi.
berteriak.
meraung.
“yang kuasa atas bumi dan langit
inikah yang kau sebut keadilan”.
labuhan batu, agustus 1978.

Kumpulan
puisi bisa dilihat di

[jenderal-jenderal itu, masih berkuasa] danDia ‘Tak Pernah Kehilangan Cintanya’ (Kumpulan Sajak Astaman Hasibuan –Penyintas ’65)

simak 1800 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)

14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o

Bookmark and Share

 

13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)

 

Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)
Bookmark and Share

Tinggalkan komentar