Red River (Kali Mayit) 1965-1966 : Tubuh-tubuh Tak Bernyawa Mengalir Sampai Jauh, Akhirnya ke Laut

simak pula Situs-situs Genosida 1965-1966 : Aceh, Sumut, Riau, Sumbar, Sumsel, Jakarta, Jateng, Jatim, Bali, Kalsel, Kaltim, Kalbar, NTT, Sulsel, Sulteng, Sultra….. ** 

476-lentera-pembebasan

Mata airmu dari Solo
Terkurung gunung seribu
Air meluap sampai jauh
akhirnya ke laut
(petikan lirik lagu Bengawan Solo karya Gesang)


Martin Aleida: Mereka orang-orang yang punya nama di tengah masyarakat yang ingin mereka muliakan. Tapi di mana Sibarani, Untung Abdullah, Sj Andjasmara, Noor Tambi dan ratusan kalau bukan ribuan yang dipenggal dan dilemparkan ke Sungai Asahan, Sungai Silau, Sungai Ular..!


Di kampungku, kata kakakku, berbulan-bulan penduduk tak sampai hati makan ikan lantaran di bawah hidung mereka hanyut tubuh sanak-famili mereka sendiri.


Kejam dan bengislah Nazi-Hitler tapi belum terbaca risalah dia membantai Yahudi, Sosialis, Komunis, Orang Cacat, Bencong dan Gypsy dan menakik leher mereka serta mencampakkanya ke sungai Rhein …

“……there were horror stories of bodies floating all over the Malacca Strait”
“…..the disposal of the corpses had “created a serious santitation problem” in parts of the country”
In December 1965, Time reported that Communists and their “entire families” were being killed in such numbers that small rivers and streams “have been literally clogged with bodies”; and that the disposal of the corpses had “created a serious santitation problem” in parts of the country (17/12/65). Similarly, there were horror stories of bodies floating all over the Malacca Strait, and washing up in various places like the canals of Surabaya. As a bloodbath, the Indonesian massacre was certainly one of the worst of the 20th Century, a fact freely admitted by the CIA itself. Most of the killings took place in a matter of a few months, a massively swift, systematic and savage phenomenon.

simak juga

The water flow far away – Dadang Christanto
Floating – Dadang Christanto
Memang praktis untuk sebuah tindak biadab dengan melemparkan mayat-mayat korban ke SUNGAI. Hanyut dan hilang tak berbekas. Bagi ingatan sejarah, apalah artinya mengingat kejadian 50 tahun lalu? Ratusan bahkan ribuan tahunpun usia sejarah akan selalu tercatat dan diingat. Dan salah satunya catatanku mengenai sungai-sungai di Indonesia di tahun-tahun pembantaian 1965-1966. Sungai adalah kuburan massal pembantaian. (Dadang Christanto)

Seri Jembatan karya Arip Hidayat




.

Jembatan Bacem : Fim Dokumenter Tentang Peristiwa 1965

 

 simak Kesaksian Martono seorang teknisi mesin yang ‘dipaksa’ pihak militer untuk menjadi ‘petugas’ pembuangan mayat ke Bengawan Solo dari bawah Jembatan Bacem (mulai menit ke 4)

Film dokumenter Senyap pengambilannya di Deli Sedang tepatnya di sekitar Sungai Ular. Baru saya paham, kenapa tempat itu dikeramatkan hingga sekarang. Masyarakat disana menganggap bahwa daerah tersebut adalah saksi sejarah, tempat terakhir bagi yang akan dibantai oleh sang jagal.

simak mulai menit 27 -…..



407b9-601068_543021265722684_778356991_n
Mereka yang diculik, disiksa, dan dibunuh, mayat-mayatnya sebagian dikubur seadanya. Sisanya dibuang ke jurang serta Sungai Brantas — sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa (setelah Sungai Bengawan Solo) yang alirannya juga menuju ke Bendungan Sutami. Kala itu, setiap hari ditemukan banyak mayat di sepanjang aliran sungai, bahkan ia bilang warna airnya keruh karena darah. Kami tak ingin menduga-duga, tapi tragedi pembantaian itu terjadi bersamaan dengan periode awal pembuatan waduk.
“Soekarno itu seorang insinyur handal”,tutur Taslam di sela kisahnya. “Tetapi karya monumentalnya dikotori oleh tumpahan darah rakyat yang dibunuhi tentara”, sambungnya.
Inilah Pulau Kemaro, pulau yang sempat ditakuti karena dianggap mengekap maut. Air sungainya sempat dipenuhi dengan bangkai manusia, hingga hasil sungainya berupa ikan dan udang pun sempat orang segan memakannya. Kini, tak nampak sama sekali bekas jejak kekerasannya.
5988e-img_0297payunghitamkamisanandreasiswinarto

karya-karya : A. Iswinarto



 

simak pula

“Bualan Ikan: Narasi-Narasi yang Terseret Arus” – Pameran Tunggal Adi Sundoro “Asun”

Simak 1700 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o
13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)
Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)
Bookmark and Share

Tinggalkan komentar