[Situs Genosida Politik] Politik Lokal dan Peristiwa 1965 di Kotagede Yogyakarta

Sejarah Kotagede Pra-1965: Kurusetra PKI dan Muhammadiyah – tirto.id

Kotagede yang tenang dihangatkan persaingan Muhammadiyah dan PKI. Keduanya berebut massa perajin perak sebelum geger 1965.

Sejarah Kotagede: Gelap-Terang Hubungan PKI dan Muhammadiyah-tirto.id

Kotagede pernah “merah” sebelum G30S. Setelah Oktober 1965 orang-orang kiri dipersekusi dan Muhammadiyah berjaya.

 

Kotagede, sebuah kota kecil di Yogyakarta yang juga basis Masjumi, penetrasi PKI juga ikut masuk. Di sana, menurut Mutiah Amini dalam “Komunis di Kota Santri: Politik Lokal Kotagede Pada 1950-1960-an” termuat di buku Antara Daerah dan Negara: Indonesia tahun 1950-an, aksi sosial PKI bahkan tidak pandang bulu. Kader PKI secara terang-terangan membantu Muhammadiyah dengan membangun sarana publik seperti rumah bersalin dan balai kesejahteraan ibu dan anak. Hal ini dilakukan sebagai tanda terimakasih para kader yang pernah mengenyam pendidikan dasar Muhammadiyah di kota itu.

Gaya PKI Memikat Rakyat –historia

 

[unduh kajian ] KOMUNIS DI KOTA SANTRI : POLITIK LOKAL KOTAGEDE PADA 1950-1960-AN – Mutiah Amini

dalam bunga rampai Antara Daerah dan Negara: Indonesia Tahun 1950-an (2011),

(Halaman 269-290)

Komunis di Kampung Santri Perkembangan PKI di Kotagede Yogyakarta, 1920-an – 1965.

Mahendra, Pudji Utama and Dhanang Respati , Puguh (2007)

Suyitno adalah seorang pengusaha muda yang memiliki pabrik peleburan dan kerajinan emas di Kotagede, Yogyakarta. Pada Oktober 1965, ia ditangkap dan dijebloskan ke LP Wirogunan tanpa tahu kesalahannya. Rumahnya dibakar, pabriknya dijarah, dan istrinya diambil tentara. Tak ada yang tersisa.

Kisah Tiga Kakek Penyintas Tragedi 1965 – rappler.com

….attention should certainly be given to a social project in Bumen village (kampung), Yogyakarta, undertaken by an American activist and researcher, Sharon Kaziuans. The people of Bumen were particularly affected by the wave of anti-communist violence, as 90 per cent of the village’s male population was imprisoned due to accusations of communist leanings based on their union membership.11 Kaziuans describes the state of affairs, as found in 2010, the year she started her project:

“Under the repressive 31 year Suharto “New Order” regime, Indonesia was inundated with anti-communist propaganda and former members of the PKI and their communities were blacklisted and ostracized. Faced with the stigma of being known as a “black kampung”, Kampung Bumen experienced a crisis of identity resulting from its marginalized economic and social status. At the time of the project, it was still taboo to discuss the mass killings and imprisonment of 1965. The goal of this urban and community participatory development project was to help the community of Bumen to reclaim its history from the official narrative, redefine its identity in positive terms, and reinvigorate its rapidly disappearing public spaces” (Kaziunas, 2010: para. 2).

As residents of Bumen did not willingly engage in actions directly commenting on the events of 1965, the initiator of the project decided to involve them in a series of actions aimed at restoring the positive image of their village, raising their spirits, and returning their pride. In this project, a mural was created on the wall of one building, a pendopo (traditional meeting place for village residents). The entrance gate to the kampung was also rebuilt.

 (hal 238-239)

Can Art Make a Difference? Visual and Performative Arts on the Indonesian Mass Killings of 1965–66 – Michał Bielecki1

Kisah Kampung Bumen dalam Pentas Boneka – gudeg.net

Sebagai rangkaian dari acara Srawung Kampung Bumen, muda mudi Bumen bekerjasama dengan Yayasan Pondok Rakyat (YPR) mementaskan kisah sejarah kampung Bumen, Kotagede dengan boneka kain perca yang sebelumnya di buat dalam kegiatan workshop pembuatan boneka kian perca.

Pentas boneka kain perca ini diadakan di Lapangan Kampung Bumen, Kotagede, Minggu (15/11) yang menceritakan kisah sejarah kampung Bumen kepada anak-anak setempat untuk lebih mengenal lebih dekat kearifan dan keunggulan tanah kelahiran mereka.

“Kisah kampungku ini yang dipentaskan intinya menceritakan sejarah kampung Bumen yang dulu dikenal sebagai kampung merah atau PKI karena anak-anak belum mengerti akan arti PKI maka PKI diibaratkan dan dimetaforakan sebagai boneka hantu agar anak-anak mudah memahami jalan ceritanya,” ujar Humas Srawung Kampung, Ivani.

 

 

simak pula

Situs-situs Genosida Jawa – Bali 1965-1966 : Ziarah Dari Kota ke Kota, Desa ke Desa, Luweng ke Luweng, Kuburan Massal ke Kuburan Massal…..

Situs-situs Genosida 1965-1966 : Aceh, Sumut, Riau, Sumbar, Sumsel, Jakarta, Jateng, Jatim, Bali, Kalsel, Kaltim, Kalbar, NTT, Sulsel, Sulteng, Sultra….. ** 

simak 1500 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)

 

14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o

13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)

Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo

Tinggalkan komentar