*
Violence in the Anti-Communist Tragedy in West Sumatra
In this thesis, I examine the experiences of people in West Sumatra during the 1965- 1966 events and their aftermaths, by focusing on the experiences of both women and men. I argue that it was not only the propaganda or the political sitxiation of 1965 which played important roles in violence actions on the members of Partai Komunis Indonesia, (PKJ, the Indonesian Communist Party), and the members of its related mass organizations, but it was caused more by the complexity of political and social situations which had occurred before 1965, especially in West Sumatra. This thesis develops the approach designed by Robert Cribb which emphasizes four factors; the military complexities in investigating the events, extreme political tension at national events, local political and social tensions, and a more general culture of violence permeating Indonesian society. I argue that the combination of military agency and political tension at national and local political levels as well as social tensions before the killings of 1965-1966 were instrumental in what happened in West Sumatra and a culture of violence involving preman (tukang pukul, or thugs) had also had considerable impact on violence against women and men in this province.
unduh
https://openresearch-repository.anu.edu.au/bitstream/1885/150402/2/b23738364_Narny_Yenny.pdf
Resilience of West Sumatran Women: Historical, Cultural and Social Impacts
Submitted in fulfilment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy Deakin University November 2016
Jurnal Socius: Journal of Sociology Research and Education Vol. 8, No.2, Th. 2021
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis motif dari eks-tahanan politik PKI untuk memproduksi memeori mereka tentang kekerasan dan pemenjaraan massal pada 1965. Para eks-tapol ini bergabung dalam YPKP (Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan). Dalam organisasi ini, mereka mengharapkan keadilan atas apa yang mereka alami pada 1965. Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Kami memperoleh data dari wawancara dan studi literature. Terdapat enam narasumber –lima diantara mereka merupakan eks-tapol PKI dan satu orang ketua YPKP Cabang Sumatera Barat. Disamping wawancara, kami juga menggunakan sejumlah buku, artikel, koran, arsip dan laman internet. Kami menggunakan pendekatan memori sosial untuk menganalisis subjek ini. Memori kekerasan oleh para eks tapol telah membentuk kesamaan tujuan untuk memproduksi tentang apa yang mereka alami pada 1965/66. Jadi, para eks-tapol ini berharap meluruskan sejarah untuk meminta rekonsiliasi antara pemerintah dan para korban. Untuk itu, mereka berusaha melawan narasi yang menyebutkan mereka terlibat G30S yang sebagai sebuah langkah kudeta dan membuktikan mereka adalah korban oleh negara selama puluhan tahun. Dengan pelurusan sejarah ini, terdapat dua tujuan utama dari rekonsiliasi yang mereka perjuangkan; 1) pengakuan negara tentang kekerasan HAM telah terjadi; 2) pemulihan dan rehabilitasi terhadap mereka yang menjadi korban kekerasan HAM.