(Situs Genosida ‘1965 – ….’ di Sulawesi Tenggara) Dan LANGIT PUN BERPALING*

*dari judul artikel Saiful Haq dibawah ini
Tahun 1968 merupakan puncak dari penangkapan terhadap orang yang dituduh PKI di Sulawesi, di Kendari tercatat lebih dari 200 orang ditahan. Karena lembaga pemasyarakatan di Kendari tidak mencukupi maka dibangunlah Rumah Tahanan Militer di Kendari. Tahun 1969 beredar issue bahwa daerah Buton sebagai pusat pasokan senjata PKI dari China, issue ini disebarkan oleh pihak KODAM, ratusan orang ditahan atas issue tersebut, kantor Bupati Buton ditengarai sebagai pusat operasi pemasokan senjata tersebut, puluhan staff kantor Bupati Buton ditangkapi, termasuk Kasim, Bupati Buton waktu itu yang beberapa bulan kemudian dinyatakan bunuh diri dengan menggantung diri dalam tahanan. Tahun 1969 Pangdam Wirabuana Andi Azis Rustam bersama Auditur Militer Kol. Busono dan Kol. Bagyo dari Direktorat Kehakiman Pusat mengeluarkan pernyataan bahwa di Buton tidak ditemukan senjata dan tidak ditemukan ada operasi pemasokan senjata dari China.
simak pula

serial lainnya  

Situs-situs Genosida 1965-1966 : Aceh, Sumut, Riau, Sumbar,  Sumsel, Jakarta, Jateng, Jatim, Bali, Kalsel, Kaltim, Kalbar, NTT, Sulsel, Sulteng, Sultra….. **

DI kampung Nangananga, Kendari, Sulawesi Tenggara, tiap jiwa pergi dengan cara tragis. Bila di tahun 1965 banyak anggota keluarga mereka mati dengan label ‘keluarga PKI’, di tahun-tahun selanjutnya kematian datang akibat trauma sakit, deraan sepi, sikap antisosial mereka yang non komunis dan loncatan-loncatan kenangan yang tak kunjung hilang. Memori pahit mereka memiliki nama kini: somewhere in time.

sultrasultra1
sumber : buku kontras berikut ..
Kampung Nanga- Nanga dibuka pada 1978, oleh 42 kepala keluarga bekas tahanan politik peristiwa 1965, luasnya sekitar 1.000 hektar. Mereka dibebaskan setelah sempat dipenjara tanpa surat penangkapan dan tanpa diadili. Kampung Nanga-Nanga hanya berjarak 20 kilometer dari ibu kota Sulawesi Tenggara, Kendari.
Saat ini hanya terdapat sekitar 20 rumah di tempat itu. Sebagian besar masih berbentuk asli seperti ketika dibangun 37 tahun silam. Rumah ukuran 6×8 berdinding papan dicat putih beratap seng campur rumbia, dengan satu jendela di bagian depan dan dua jendela di bagian samping.
Dari 42 orang yang membangun tempat itu, kini hanya tersisa dua orang eks Tapol di kampung tersebut. Mereka adalah Lambatu dan Fauzu (73) serta beberapa janda para eks tapol PKI. Sisanya telah meninggal dunia dan memilih keluar dari kampung tersebut.
sultra2




Bagian 2 Artikel – Yos Hasrul
b70b7-01

Bag 3 Artikel La Yusrie

nurlela2

TUTURAN PENYINTAS TRAGEDI 65 : SULAWESI BERSAKSI

diantaranya cermati kisah Mahardian – Memutus Rantai Pengucilan, Naina – Kalau Saya Tidak Tabah Mungkin Sudah Gila atau Bunuh Diri

simak 1600 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

 

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)

 

14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o

Bookmark and Share

 

13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)

 

Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)
Bookmark and Share

Tinggalkan komentar