Salam Cinta dan Harapan dari Taman Bunga Kamp Plantungan : Persembahan Indah Zubaedah Nungtjik AR, Mia Bustam, Sri Kayati, Rusiyati, Nurcahya. dkk

Taman Bunga Pelantungan

Zubaedah Nungtjik AR



**tentu ini bukan imajinasi tentang taman bunga plantungan tapi ini adalah karya serial andreas iswinarto ‘after vincent van gogh’ sebagai bentuk apresiasi untuk pencipta lagu Zubaedah Nungtjik AR serta ibu-ibu tapol yang bertanggungjawab membuat dan kemudian merawat taman bunga plantungan kala itu diataranya Ibu Mia Bustam (kepala grup kerja), Sri Kayati, Rusiyati dan Ibu Nurcahya.

 
Salam Harapan 
Dra Murtiningsih & Zubaidah Nungtjik AR

.

 

 
PS Dialita – Salam Harapan 



 

Plantungan: Pictures of suffering and a woman’s power

 

 
 
 
sumber  liputan khusus Majalah Tempo PENGAKUAN ALGOJO 65 




“Taman Bunga Plantungan” diaransemen dengan indah oleh Kroncongan Agawe Sentosa. Lagu ini diciptakan pada 1971 di kamp Plantungan, 
perbatasan antara Kabupaten Kendal dan Batang, Jawa tengah. Merupakan tanda cinta dan persahabatan antara Ibu Nurcahya, Ibu Mia Bustam, Ibu Rusiyati, dan kawan-kawan. Mengisahkan tentang sebuah taman kecil yang dibangun dengan swadaya oleh para tahanan politik di kamp Plantungan
.

Kamp Plantungan sendiri semula adalah Rumah Sakit untuk para penderita Lepra yang dibangun pada masa penjajahan Belanda. Kondisi kamp Plantungan lebih mirip lapangan jagal yang dipenuhi benda-benda ajaib. potongan-potongan jari tangan atau jari kaki pasien kusta.   Misalnya ketika juru taman membersihkan lahan, mereka menemukan

 

 

Lagu ini ditulis oleh Zubaedah Nungtjik. AR tokoh Gerwani yang sempat tinggal di Plantungan pada 1971-1978.
 
 
selengkapnya 
 

disalin dari


 
 
 

Tentang Zubaedah Nungtjik AR sang pengarang lagu

 

Utati tak banyak mengetahui riwayat hidupnya. Dia cuma
mafhum Zubaidah kerap bernyanyi sendiri di sel usai malam turun. “Dia suka seriosa,” ujarnya.
 
Selain menyanyi, Zubaidah piawai memainkan angklung,
alat musik yang ditemukan secara tak sengaja di gudang narapidana Bukit Duri.
(Saat itu, Penjara Bukit Duri menampung tahanan politik dan narapidana).
Jika mendapat waktu pas, Zubaidah menularkan keahlian berangklung itu kepada sejumlah rekan tahanan. Tapi, karena petugas mengharamkan kegiatan di sel, latihan berlangsung di kantor penjara.



Tentang Mia Bustam Kepala Grup Kerja Taman di Plantungan

 
TAMAN kecil di halaman rumah di atas lahan berukuran
sekitar 150 meter persegi di kawasan Depok, Jawa Barat, itu terlihat asri.
Pemilik rumah, Mia Bustam (90), merancang dan merawatnya dengan kesungguhan, seperti ia merawat sejarah hidupnya.
Ibu delapan anak, eyang dari 20 cucu, dan eyang buyut
dari 11 cicit itu hidup sendiri di rumah berukuran 35 meter persegi.
Menurut Nasti (64)—anak kedua pasangan Mia Bustam-Sudjojono, pelukis besar Indonesia—sampai usia 80 tahun, Mia mengerjakan sendiri seluruh pekerjaan rumah tangga, sebelum menerima tawaran Nasti. Sampai setahun lalu, Mia masih merawat sendiri taman kecil itu.
 
 

 
.
Mia Bustam dan Lekra ( Lembaga Kebudayaan Rakyat)
 
 

 
Tentang Ibu Sri Kayati
 
Perempuan bangsawan lain yang kena ciduk adalah Sri
Kayati. Kendati berdarah Kasunanan Surakarta, dia menjadi anggota Lekra dan CGMI Surakarta. Bahkan, suaminya, Rewang adalah anggota CC PKI. “Mereka yang punya ideologi yang di kala itu dilarang langsung ditangkap. Termasuk anggota keraton,” Kata Amur.
Sri Kayati ditangkap saat mencari suaminya di Surabaya. Pada saat penangkapan, petugas mengatakan bahwa Kayati hanyaditangkap sementara dan bila Rewang sudah tertangkap dia akan dibebaskan. Pada kenyataannya, hal itu tidak terjadi. Kayati dipenjara selama 14 tahun tanpa bagaimana tahanan perempuan disiksa dan menerima beragam pelecehan seksual. Dia pernah diadili. Selama tiga tahun ditahan di Undaan, Surabaya, dia menyaksikan dipindahkan ke Kamp Plantungan pada 1971.
 


Tentang Ibu Rusiyati

 
Ibu Rusiyati, lahir tahun 1922, adalah salah satu bekas Tahanan Politik yang pernah bekerja sebagai wartawan sejak tahun 1954 di Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN), The National News Agency ‘ANTARA’, Jakarta. Ketika terjadi peristiwa G30S tahun 1965, beliau ditangkap dari tempat kerjanya dan dipenjara selama 13 tahun tanpa proses pengadilan. Sejak saat itu Ibu Rusiyati dipisahkan dari enam anaknya, dimana anak tertua, perempuan, baru berusia 15 tahun dan anak bungsunya berumur 5 bulan.
 
Di waktu yang sama, suaminya sedang berada di China dalam rangka kunjungan resmi menghadiri ulang tahun kemerdekaan Republik Rakyat China. Kehadiran kunjungannya di China mewakili ‘Generasi Angkatan 1945’ dari delegasi Indonesia, yang dipimpin oleh ketua MPRS Chaerul Saleh (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara).  Sejak saat itu suaminya tidak dapat kembali ke tanah airnya, di pengasingan sampai akhir hidupnya dalam usia 67 tahun (1986).
Pada tanggal 15 dan 16 November 1998 di Belanda pada usianya yang ke 76
Oleh Kerry Brogan dan disunting MiRa Kusuma
 
 
foto dari website KKPK
foto dari website KKPK
 

foto buku Dari Kamp ke Kamp

 
 

Simak 1600 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

 

14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o

 

13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)
Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)
Bookmark and Share
 

Bookmark and Share

Tinggalkan komentar