Neraka Kamp Pulau Kemaro (Kemarau) : Para Tapol ’65 Dieksekusi atau Dibiarkan Mati Kelaparan……

Menapaki Jejak Kekerasan di Pulau Kemaro – TRULY HITOSORO [Islam Bergerak]

* Penulis adalah Peneliti Pusat Kajian Kriminologi, Universitas Indonesia

“Kebanyakan, kematian itu karena lapar, (kecuali) yang penyiksaan itu, pada waktu, itu apa namanya apa tuh Oktober Pembalasan, yaitu malam 30 September, malam tanggal 29 September, malam tanggal 30 September, malam tanggal 1 Oktober, 3 malam berturut-turut. itu pembunuhan massal.

“Pada waktu mulai jam 11 malam, lampu dimatikan, kemudian salah seorang petugas itu membuka pintu, dipanggil, si anu keluar. Gak masuk lagi. Si anu keluar, gak masuk lagi. Sampai jam 2 malam…Rupanya, waktu siang tanggal 28 itu didaftarkan seluruh (penghuni) barak itu. Waktu itu, kalau gak salah kami lebih kurang mungkin 200 lebih. Sekitar 260 atau 270. Didaftar, rupanya yang dipanggil ini yang dari anggota PKI dan Pemuda Rakyat… Nah, sudah malam ketiga mulai lagi pemanggilan.”

detil sila simak laporan khusus Tempo (hal 100)

PENGAKUAN ALGOJO 65 

 

 

 

TribunnewsWIKI Official

Ringkasan Eksekutif Hasil Penyelidikan Tim Ad Hoc Penyelidikan
Pelanggaran HAM yang Berat Peristiwa 1965-1966

 

ditemukan 27 kali kata Pulau Kemarau – Palembang dalam indeks kata

 

Berdasarkan keterangan saksi, pembunuhan dan hilangnyanya terhadap 26 kurang lebih 30.000 orang di Sumatera Selatan tanpa proses hukum, harus 27 ada yang bertanggungjawab secara hukum. Para korban yang hilang, 28 meningggal karena disiksa, diseret dengan mobil, atau tidak diberi makan 29 didalam penjara, dan mereka dibuang ke sungai termasuk yang dibuang dari 30 tempat penahanan pulau Kemarau ke sungai Musi. Mereka tersebut terdiri 31 dari anggota PKI dan underbouwnya, orang-orang yang bukan anggota PKI, 32 pesaing-pesaing dalam karir militer atau pemerintahan. Tahanan-tahanan lain 33 juga ditempatkan di ruang 2×2 m diisi sebanyak 12 orang. terutama yang 34 anggota PKI, kebanyakan tidak diberi makan. Saksi mengetahui satu orang 35 tahanan yang sedang megap-megap kelaparan, langsung dimasukkan ke 36 mobil dan dibuang ke sungai. Hampir setiap hari ada orang meninggal, dan 37 dibuang ke sungai Musi pada malam hari, tepatnya di kawasan 36 ilir-pabrik 38 karet Ong Buncit Palembang. (halaman 58)

 

Panangkapan para korban yang diduga terlibat yang disebut dalam kelompok 33 Gerakan 30 September 1965 (G30S), dimulai sejak bulan Oktober 1965, di 34 Sumatera Selatan, Para Korban ada yang hilang di tengah perjalanan, di 35 penahanan sementara sebelum dikirim ke penahanan akhir yaitu Kamp 36 Penahanan Pulau Kemarau-Palembang pada sekitar bulan Februari 1966 37 sampai pada tahun 1979. 38 Lokasi Kamp-Penahanan pulau Kemarau adalah sebuah Delta atau Pulau 39 yang berada di tengah-tengah sungai Musi, berjarak 6 KM ke arah hilir dari 40 Jembatan Ampera (Benteng Kuto Besak) kota Palembang. (halaman 131)

 

Berdasarkan keterangan saksi, bahwa hilangnyanya terhadap kurang lebih 19 30.000 orang di Sumatera Selatan tanpa proses hukum, harus ada yang 20 bertanggungjawab secara hukum. Hilang, meningggal karena disiksa, diseret 21 dengan mobil, atau tidak diberi makan didalam penjara, dan mereka dibuang 22 ke sungai termasuk yang dibuang dari tempat penahanan Pulau Kemarau ke sungai Musi (halaman 137)

A Camp in Pulau Kemarau – Gloria truly Estrelita

After the assassination of six army generals on 30 September 1965, the Indonesian Communist Party (PKI) was accused of being behind the plot. Later, the swell of the anti-communism movement occurred. Any member groups related to the PKI were arrested, interrogated, imprisoned, or executed. Haji Achmad Rusdi (not his real name) is one of them. It is important to interview Rusdi since he witnessed the torture and mass murder and had a crucial role in carrying dead bodies and later to throw them into the river. The interview was conducted at his house and Pulau Kemarau.

 

klik Neraka Di Pulau Kemarau – Kesaksian Ibu Murtini aktivis Gerwani Lampung

Dari buku Saatnya Korban Bicara : Menata Derap Merajut Langkah halaman 175-186

Buku ini adalah kumpulan Tulisan dari pegiat pembela HAM dari berbagai macam kasus yang merupakan monumen “memoria passionis” (kenangan duka yang menggugat) bagi masyarakat dan bangsa Indonesia, yang diharapkan dapat menggoreskan imperatif moral yang kuat dalam ingatan sejarah peradaban bangsa kita kini dan di masa mendatang, bahwa telah terjadi rangkaian pelanggaran hak-hak asasi manusia di negeri ini dalam bentuk kekerasan politik iii negara secara massal dan sistimatik. Kekerasan politik yang telah menjatuhkan ribuan masyarakat sebagai korban yang disiksa, dianiaya, diculik dan dihilangkan jati dirinya serta dibunuh. Kekerasan politik yang terjadi sejak tragedi pelanggaran hak asasi manusia.

 

Orang yang Terlibat PKI Diduga Dipenjara di Pulau Kemaro, ini Kesaksian Warga Setempat – sumsel tribunnews

Inilah Pulau Kemaro, pulau yang sempat ditakuti karena dianggap mengekap maut. Air sungainya sempat dipenuhi dengan bangkai manusia, hingga hasil sungainya berupa ikan dan udang pun sempat orang segan memakannya. Kini, tak nampak sama sekali bekas jejak kekerasannya.

Tahun 1965 Desingan Peluru dan Mayat PKI Jadi Hal Biasa, Air Sungai Musi pun Berubah Merah – sumsel tribunnews

TINJAUAN HISTORIS TENTANG FUNGSI PULAU KEMARO DI PALEMBANG SUMATERA SELATAN TAHUN 1965-2012 – Anisah, Ali Imron, Muhammad Basri

simak pula

Napak Tilas ‘Kamp-kamp Konsentrasi” TAPOL ’65

simak 1800 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)

14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o
 

 

 

 

13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)
 

 

Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)
Bookmark and Share

.

Tinggalkan komentar