Keindahan bisa lahir dari situasi penderitaan yang sunyi. Melalui rangkaian nada dan kata, pengalaman pahit kehidupan justru mampu memberi harapan untuk melanjutkan kehidupan. Dialita mengalirkan harapan-harapan itu dalam Konser Lagu untuk Anakku, Konser Perempuan untuk Kemanusiaan, Rabu (13/12) malam, di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta…..
Yang paling memukau untuk saya, meski pun berada di dalam penjara, para pencipta lagu itu tetaplah patriot sejati.
Duka derita kubawa setia / Cita dan cinta lahirkan s’gala // Nan indah di hari mendatang sayangku / Jadilah putera harapan bangsamu, demikian penggalan dari Lagu untuk Anakku.
Di tengah ketidak-adilan yang ia rasakan, si pengarang lirik ini masih berpikir tentang bangsanya. Bahkan, ia berdoa agar anaknya bisa menjadi harapan bangsa. Artinya, ia berharap, anaknya menjadi pejuang untuk bangsanya.
The Dialita choir’s “Song for my Child” concert on Dec. 13 was both an emotional and empowering experience.
The performance moved the audience and brought tears to many eyes, while offering an alternative form of dialogue.
For me, the tears that night were ones of joy and hope.
Mereka berkumpul dengan maksud menunaikan Gladi Kotor. Maklum, konser tinggal tiga hari lagi. Gladi berlangsung ceria, walau kala itu hujan baru usai. Ceria, walau lagu-lagu yang dinyanyikan paduan suara yang terbentuk pada 4 Desember 2011 itu memendam cerita yang kelam. Seluruh tembang yang mereka nyanyikan adalah lagu-lagu yang pernah hidup di penjara-penjara. Dikarang oleh mereka yang jadi korban prahara politik yang datang seiring gelombang pembasmian orang-orang yang dicap kiri 1965-1966.
.
simak 1700 ‘entry’ lainnya pada link berikut
Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966
Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)