foto-foto koleksi keluarga via Bonnie Setiawan
Puncak Setengah Abad Fakultas Psikologi UGM – Humas Fakultas Psikologi
Peringatan usia setengah abad menjadi momen bagi Fakultas Psikologi untuk mengenang serta menyampaikan penghargaan kepada berbagai pihak. Sebuah penghargaan diberikan kepada tokoh-tokoh yang berperan aktif merintis berdirinya Fakultas Psikologi UGM. Terdapat sembilan orang tokoh yang diberikan penghargaan yaitu Prof Dr Kurt Danziger, Dr Busono Wiwoho, Dr Siti Rahayu Haditono, Drs Sutrisno Hadi, Drs Sumadi Suryobroto, Drs Bimo Walgito, Dra Sri Mulyani Martania, Dra Sri Rahayu Partosuwido dan Masrun, MA
[SAGA]Pengakuan Anak Tapol 65: Buka Identitas Karena Ayah Akhirnya Diakui UGM –kbr.id
“Saya baru buka identitas diri saat 50 tahun peristiwa 1965, yakni pada 2015. Saya membuka identitas diri karena ayah saya dapat penghargaan dari UGM.”
Orangtua saya sampai Oktober atau November 1965 masih biasa saja. Tidak menganggap itu sebuah inisatif yang dilakukan PKI. Ayah sebagai inisator Himpunan Sarjana Indonesia (HSI) dianggap berafiliasi dengan PKI. Kemudian dia sebagai tokohnya dikejar-kejar.
Waktu itu ibu dan ayah sedang nyadran ke Blora. Nah di Blora itu ayah justru ditangkap. Ibu sempat pulang ke Yogyakarta mengurus segala macam hal karena harus absen mengajar. Tapi di Yogya malah ditahan. Hampir semua korban entah PKI atau ormasnya tidak tahu sama sekali soal G30S. Tapi ayah dan ibu dikategorikan B yaitu tidak secara langsung terlibat.
#100thBusonoWiwoho – Bonnie Setiawan
Periode 1. Masa kecil dan pelajar 1923-1949:
Lahir 22 November 1923 di Bojonegoro, Jawa Timur. Anak keempat dari delapan bersaudara. Ayahandanya R. Soemodharsono, kepala sekolah Muhammadiyah, Blora dan anggota KNIP Daerah (DPRD sekarang) dari Partai Masyumi. Menempuh sekolah HIS di Blora, MULO di Salatiga, lalu pindah ke HIK di Yogyakarta. Di jaman Jepang melanjutkan belajar di Sekolah Guru Tinggi Jakarta (Kootoo Shihan Gakkoo). Ikut mendirikan IPI (Ikatan Pelajar Indonesia), lalu menjadi Sekretaris Umum Pengurus Besar IPI. Pada Oktober 1945 setelah kemerdekaan, memimpin Pemuda Pelopor yang terdiri dari berbagai organisasi pemuda-pemudi, untuk membantu perjuangan kemerdekaan di Sumatera melawan Belanda dan tentara Gurka Inggris, serta menyerempakkan dengan perjuangan yang ada di Jawa. Perjalanan Pemuda Pelopor dari Lampung, ke Palembang, Jambi hingga daerah Minangkabau, sampai ke Tapanuli, hingga ke Kutaraja (Banda Aceh). Termasuk mengadakan Konperensi IPI-IPPI (Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia) di Sumatera Timur, yang pertama dalam sejarah pelajar di Sumatera.
Di Yogya, ketika pendudukan Belanda, disiksa dan ditahan ke IVG (Inlichtingen Voor Geheimediensten) untuk dieksekusi, tapi akhirnya dijebloskan ke penjara Wirogunan, bersama tokoh-tokoh kemerdekaan lain seperti Iwa Kusuma Sumantri, Djojodiguno, Abikusno Tjokrosujoso dan lain-lain. Pada tahun 1948, kehilangan ayahnya, karena dibunuh dalam pemberontakan PKI tahun 1948 (kemudian R. Soemodharsono diangkat sebagai Pahlawan Revolusi dan dijadikan nama jalan di Blora). Busono akhirnya keluar dari penjara setelah pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda tahun 1949.

Periode 2.
Aktivis mahasiswa 1949-1955: Ketika Universitas Gajah Mada dibuka di Yogya tahun 1949, masuk ke Fakultas Hukum. Sambil kuliah bekerja di Kementerian Penerangan. Setahun kemudian mendapat kesempatan beasiswa dari Kementerian P&K tahun 1950. Mengambil kuliah di Fakultas Psikologi, Universitas Karel, Praha, Cekoslovakia yang didirikan pada abad ke-13, sama tuanya dengan Universitas Sorbonne (tahun 1253) di Paris.
Oleh PB IPPI, Busono ditunjuk sebagai wakil IPPI untuk Eropa dan di IUS (Internasional Union of Students), organisasi mahasiswa progresif sedunia. Tahun 1955 lulus sebagai orang Indonesia pertama yang lulus dari Universitas Karel Praha. Sebelum pulang ke tanah air, menyempatkan diri berkeliling Eropa dan Asia.
Periode 3.
Dosen dan Pembangunan 1956-1965: Busono kembali ke tanah air tahun 1956, menjadi dosen di Fakultas Pedagogi, Universitas Gajah Mada. Pada 9 Februari 1957, menikah dengan Heryani, mahasiswi di Fakultas Pedagogi dan mempunyai 4 putra-putri. Di UGM selain mengajar, juga menyiapkan disertasi Doktoral nya. Meski mengalami hambatan dari pihak-pihak tertentu, pada akhirnya bisa diselesaikan tepat waktu, yaitu pada tanggal 17 Desember 1959 sebagai Doktor Psikologi pertama yang dihasilkan Indonesia.
Busono juga aktif di MIPI (Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia). Kemudian menjadi Sekretaris di Kongres Sejarah Nasional pertama tanggal 14-16 Desember 1957, bersama Ketua Kongres Prof. Dr. Sardjito yang juga Presiden (sekarang Rektor) UGM. Kongres ini kemudian diperingati sebagai Hari Sejarah Nasional setiap tanggal 14 Desember.
Tahun 1959, ditunjuk pemerintah menjadi anggota Dewan Perancang Nasional (Depernas) bersama 80 tokoh masyarakat lainnya yang diketuai Prof. Moh. Yamin untuk menyusun haluan pembangunan nasional, yang disebut PNSB (Pembangunan Nasional Semesta Berencana) dari Presiden Sukarno.
Di UGM, Busono ikut menyiapkan pendirian FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) yang semula bernama Fakultas Pedagogi. Tahun 1961 membidani lahirnya FKIP di Universitas Diponegoro (UNDIP). Kemudian membidani lahirnya Fakultas Psikologi UGM di tahun 1963.
Busono juga ikut mendirikan Himpunan Sarjana Indonesia (HSI) tahun 1961 dan menjadi tokoh sentralnya. HSI adalah organisasi sarjana pertama di Indonesia yang progresif, dan karenanya dianggap berafiliasi dengan PKI.
Di tahun 1963, Busono diusulkan menjadi Guru Besar dalam ilmu Psikologi. Tapi usulan itu lama macet di Kementerian PTIP (Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan) di bawah pimpinan Prof. Dr. Jend. Syarief Thayeb.
Pada akhirnya, di pertengahan tahun 1965, Surat Keputusan pengangkatan Profesor sudah diterima UGM dari Kementerian P.P&K di bawah pimpinan Prof. Priyono. Rencana pidato pengukuhan guru besar akan diadakan pada bulan Desember 1965. Tetapi peristiwa 30 September 1965 memporak- porandakan semuanya.

Periode 4.
Tahanan Politik 1965-1979: Pada Oktober 1965, Busono ditangkap ketika sedang nyadran (tradisi mendoakan orangtua) di Blora, kemudian menyusul istrinya Heryani, dosen di IKIP Yogyakarta juga ditahan. Terjadinya genosida 1965, penghancuran PKI dan kudeta merangkak atas Presiden Sukarno sejak 1965 hingga naiknya Jenderal Suharto tahun 1967 sebagai Presiden, telah mengubah seluruh bangunan politik Indonesia.
Prof. Busono Wiwoho ditahan di penjara Wirogunan, Yogyakarta, tempat yang sama ketika ditahan Belanda, untuk selama 14 tahun. Beliau dikategorikan sebagai golongan B yang berarti dianggap terlibat secara tidak langsung. UGM mengalami pembersihan terbesar, dimana lebih dari 3000 dosen dan mahasiswa ditangkap atau dihabisi.
Baru 13 tahun kemudian akibat tekanan internasional, tahun 1978 rezim Orde Baru mulai membebaskan para tapol secara bertahap. Busono dibebaskan tahun 1979 bersama rombongan terakhir tapol, termasuk temannya dari Blora Pramoedya Ananta Tur, dari tahanan Pulau Buru. Surat pembebasan para tapol menyatakan “tidak terbukti kesalahannya atau keterlibatannya dalam peristiwa G30S”, tetapi tanpa proses Peradilan dan telah menjalani hukuman berat selama belasan tahun, dan masih terus dipersekusi, didiskriminasi dan dianggap bersalah hingga kini. Tidak ada permintaan maaf dari pemerintah yang telah menghukum warganya yang tidak bersalah. Saatnya kini dengan pengakuan dan penyesalan pemerintah Presiden Jokowi, untuk memulihkan seluruh beban derita berkepanjangan para tapol 65, khususnya korban genosida/pembantaian 65, agar kembali menjadi bangsa yang beradab dan bisa maju ke depan.
Periode 5.
Masa dibebaskan 1979-1986: Setelah bebas, Busono kembali menekuni Psikologi, dengan membuka Biro Konsultasi Psikologi Binatama. Kembali berkumpul dengan istrinya Heryani (bebas tahun 1978) dan anak-anaknya yang tercerai-berai dititipkan di saudara-saudaranya. Mereka bermukim di Semarang, di rumah mertuanya, alm. Ki Munar Sastrohamidjojo.
Kuatnya represi Orde Baru masih dialami para eks Tapol, dengan wajib lapor setiap bulan ke Kodim setempat dan tanda ET (Eks Tapol) di KTP; termasuk kebijakan bersih lingkungan terhadap keluarga tapol.
Busono terus aktif mengembangkan psikologi psikometri, tetapi setiap saat menghadapi kekangan pembatasan dari rejim Orba. Tahun 1986 ia jatuh sakit, dilarikan ke RS Elizabeth dan selang beberapa hari kemudian pada tanggal 28 Mei 1986 meninggal dunia.
Akhirnya penghormatan pada beliau terjadi ketika diadakan Dies Natalis ke-50 Fakultas Psikologi UGM tanggal 8 Januari 2015. Namanya yang dihilangkan dalam sejarah UGM, kembali dipulihkan sebagai Perintis Fakultas Psikologi UGM dan fotonya kini terpampang kembali di Fakultas Psikologi. Istrinya Bu Heryani diundang untuk menerima plakat penghargaan tersebut.
Kini tinggal menunggu pemulihan dari pemerintah Jokowi dengan adanya pengakuan dan penyesalan Negara atas seluruh korban peristiwa 65, terutama lewat pemulihan nama baik, pemulihan hak-hak sipil yang telah dirampas selama ini, dan utamanya hak atas kebenaran dan keadilan.

Heryani Busono Wiwoho Dari Wirogunan Hingga Kamp Plantungan : Memoar ‘Mengembara Dalam Prahara’ dan Dendang Lagu Untuk Anakku .
Heryani Busono Wiwoho Dari Wirogunan Hingga Kamp Plantungan : Memoar ‘Mengembara Dalam Prahara’ dan Dendang Lagu Untuk Anakku
****
Namun setelah terjadi peristiwa 1965, Menteri Pendidikan Tinggi saat itu langsung menerbitkan SK Nomor 1 tahun 1965 yang menutup 14 institusi pendidikan tinggi yang disinyalir terkait dengan PKI.
Dalam keputusan Menteri PTIP selanjutnya 2 universitas PKI juga ditutup serta organisasi mahasiswa CGMI dinyatakan terlarang.
“Sejak itu, proses skrining berlangsung di seluruh lembaga pendidikan tinggi, namun hasilnya hingga kini masih tertutup. Hanya segelintir universitas yang melaporkan hasil skrining ini,” jelas master lulusan Leiden University ini.
Proses skrining di lingkungan pendidikan tinggi dijalankan dengan melibatkan unsur militer, selain tim skrining dari lingkungan kampus sendiri. ……..
Proses skrining itu, kata Dr Wahid, terus berlanjut hingga tahun 1987 termasuk hingga ke perekrutan dosen. “Sejak 1987 hingga 1998, tim itu diubah menjadi tim penelitian khusus (litsus),” jelasnya.
Dampak lainnya dari peristiwa 1965 adalah terjadinya penyitaan aset-aset lembaga pendidikan milik PKI dan afiliasinya. “Namun tidak kalah pentingnya adalah hilangnya ribuan generasi intelektual kosmopolitan di Indonesia,” katanya.
Di antara para korban yang disingkirkan itu adalah Dr Busono Wiwoho (UGM), Prof. Tjan Tjoe Som (UI), Dr Gunawan Wiradi (IPB).
selengkapnya dari seminar dengan pembicara utama Abdul Wahid di Australia klik Genosida Intelektual Pasca 1965 Singkirkan Ribuan Dosen dan Mahasiswa – australiaplus.com
[Archipel Journal]
Campus on Fire: Indonesian Universities During the Political Turmoil of 1950s-1960s –Abdul Wahid


sumber Amnesty International
Universitas Gadjah Mada dalam Transisi KekuasaanZaman: 1965-1968
(Mahasiswa Ilmu Sejarah 2014, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada)
Dekan Fakultas Psikologi sekaligus anggota HSI, Dr. Busono Wiwoho ditangkap oleh Corps Kehakiman dan tim dari Pengadilan Negeri Blora di sebuah rumah persembunyian di Blora pada 22 November 1965. Ia ditangkap bersama Heryani, istrinya. Ada pula dosen-dosen Fakultas Sospol yang mengalami pemecatan seperti Burhan Respati, Imam Sutrisno, Sudiono Wakhid, Warsito, dan Joyo Wiguno. Tokoh-tokoh HSI Yogyakarta yang sebagian besar merupakan profesor dan doktor sudah banyak yang ditangkap pada pertengahan Desember 1965.
simak pula
Jejak Himpunan Sardjana (Sarjana) Indonesia (HSI) dan Gagasan Peran ‘Intelegensia’ Kiri
Genosida Intelektual 1965 dan Perampasan 16 Institusi Pendidikan ‘Kiri’
simak 1700 ‘entry’ lainnya pada link berikut
Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966.
Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)


Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)