[Jendela – Resensi Buku] Daniel Dhakidae – Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru #NeoFasismeOrba

Jendela Buku Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru – goodreads.com

GAMBARAN tentang kekuasaan-yang pencemburu, ganas, dan terus haus dalam nafsu ingin hadir dan berdaulat dalam setiap ruang kehidupan-disajikan oleh Daniel Dhakidae secara sangat memikat, baik dari substansi yang dipilih, kedalaman, dan ketajaman analisis yang dibuat, maupun olah-bahasa yang dipakai dalam buku Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru.

Memanfaatkan kerangka pikir Foucaultian yang sangat menekankan pentingnya peneropongan realitas sebagai sesuatu yang terus bergerak dalam proses relasional dialektis, Dhakidae menggeledah-periksa ruang bawah tanah dan loteng yang penuh sarang laba-laba di mana bertebaran dokumen tentang cengkeraman kuku rezim Orde Baru dan kiprah-geliat perlawanan para cendekiawannya.

***

Orde Baru sebagai suatu rezim yang sama dan sebangun dengan rezim kolonial, diperlihatkan lebih brutal dari rezim kolonial, seperti dipaparkan dalam Bab Tiga. Rezim Orde Baru adalah suatu bentuk Neo-Fasisme Militer dengan terpenuhinya hampir semua unsur yang dapat dipikirkan menjadi ciri-ciri khas dari fasisme, antara lain: adanya sebuah ideologi yang sakral mendekati bahkan melampaui sifat agama; adanya seorang pemimpin yang terus mengkonstruksikan diri sebagai pihak yang penuh karisma; dan adanya sebuah mesin organisasi politik seperti Golkar yang dahsyat lengkap dengan organisasi paramiliter dan preman politiknya.

Rezim ini dimulai dengan peristiwa 1 Oktober 1965. Setelah dalam bagian akhir dari bab sebelumnya, Dhakidae telah menyemai pemahaman bahwa polarisasi Cendekiawan Kanan, Manikebu, Kiri, dan Lekra sudah kokoh mengendap dalam pertandingan diskursif era 1960-an (hal 181-192). Peristiwa ini terbukti merupakan kesempatan emas yang telah lama ditunggu pihak militer dalam perjalanannya menuju kekuasaan.

selengkapnya Geliat Cendekiawan dalam Cengkeraman Neo-Fasisme Orde Baru

Resensi Dr Tamrin Amal Tomagola Sosiolog

Kompas, Jumat, 25 Juli 2003

Tragedi Cendekiawan Orde Baru – Resensi M Mushthafa

Jawa Pos, 5 Oktober 2003.

lain-lain

Riwayat kerja intelektual Dhakidae banyak dihabiskan untuk membedah hubungan cendekiawan dan kekuasaan. Tentu ini tidak bisa dilepaskan dari pertumbuhan intelektualnya dalam suasana represif Orde Baru dan pilihan jalannya sebagai intelektual. Kegelisahannya kepada jalinan relasi antara intelektual, modal, kekuasaan, dan kebudayaan berbuah karya monumental Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru (2003). 

Buku tersebut adalah karya sejarah pemikiran, magnum opus Dhakidae yang wajib dibuka untuk melihat bagaimana kekuasaan membentuk lanskap kecendekiawanan di masa Orde Baru. Dasar argumentasi Dhakidae, yang masih relevan dengan dunia intelektual hari ini, adalah “kekuasaan adalah fascinatio dan obsesi bagi kaum cendekiawan.”

selengkapnya tirto.id “Mengapa Daniel Dhakidae Penting bagi Generasi Intelektual Hari Ini?” – Wildan Sena Utama  

Perjumpaan saya dengan gagasan Daniel Dhakidae secara utuh dimulai pada 2003, ketika magnum opus Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru diterbitkan oleh Gramedia. Karya Daniel Dhakidae ini membentuk pemahaman saya bahwa perkembangan intelektual dan pengetahuan di masyarakat tidak semata-mata ditentukan oleh kapasitas nalar untuk memahami persoalan dan mengutarakannya. 

Daniel menjelaskan bahwa intelektual—yang selama ini dipandang sebagai sebuah kelompok sosial adiluhung dalam masyarakat—tidak bisa didefinisikan dalam dirinya sendiri dan terpisah dari lingkungan sosial di mana mereka beraktivitas. Dengan kata lain, peran dan posisi intelektual harus ditempatkan dalam relasinya dengan corak kekuasaan yang bekerja pada setiap periode sejarah. Konkretnya, perspektif ini akan mencoba mengulik pertautan antara pengetahuan intelektual dengan kapital dan otoritas politik. Pada saat bersamaan, cara pandang Daniel juga berfokus pada kapasitas kekuasaan dari karakter spesifik dari kapital, kuasa negara, dan kekuatan sosial dominan yang mendisiplinkan dan mengontrol pengetahuan. 

Dalam pertarungan sosial, peran dan posisi intelektual beserta pengetahuan yang mereka produksi sangat ditentukan oleh relasi kekuasaan yang ada. Dominasi suatu kekuatan sosial beserta kepentingannya sangat menentukan proses bagaimana sebuah pengetahuan bisa diterima dan dianggap sah, dan bagaimana pengetahuan lain disingkirkan, lantas dianggap subversif atau bid’ah.

Daniel Dhakidae merumuskan bahwa intelektual Indonesia pada era Orde Baru bekerja dalam suatu rezim berkarakter neo-fasis dan militeristik—corak khas rezim yang bekerja dalam konteks pembangunan stuktur kapitalisme. Rezim ini bertujuan merawat kepentingan kelas sosial dominan dengan menghancurkan kekuatan Kiri progresif, membungkam suara para pengkritik, dan mengonsolidasikan pembentukan pengetahuan untuk melegitimasi kekuasaan dan mengukuhkan otoritas Suharto.

selengkapnya

indoprogress. Daniel Dhakidae Membongkar Warisan Teknokrasi Orde Baru – Airlangga Pribadi

Cendekiawan & Kekuasaan: Mengenang Kepergian Daniel Dhakidae – Dialog Sejarah | HISTORIA.ID

simak pula

[Kompilasi Resensi] Teror Orde Baru : Penyelewengan Hukum dan Propaganda 1965-1981 / Indonesia: Law, Propaganda and Terror – Julie Southwood, Patrick Flanagan

simak 1700 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)

13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o
13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)

Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)


Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s