Penghancuran Gerakan Perempuan, Orde Baru dan Historiografi Sejarah Perempuan

Editorial

Journal Sejarah Vol 4 No 1 (2021): Historiografi Sejarah Perempuan: Kritik, Metodologi dan Capaian

Memikirkan Ulang Historiografi Sejarah Perempuan

Anna Mariana

Bila menengok sejarah gerakan perempuan, maka, gerakan feminisme merupakan gerakan yang telah muncul sejak awal abad ke 20 (Stuers, 2008), namun mengalami titik balik gerakan akibat penghancuran gerakan perempuan paska peristiwa tragedi 1965 yang menuduh Gerwani  terlibat dalam peristiwa tersebut. (Wierenga, 1999). Penghancuran terhadap Gerwani, menjadi titik awal dari penghancuran gerakan perempuan progresif lainnya. Secara historiogafis, narasi perempuan lalu dihadirkan dalam narasi yang harus ditertibkan dan dikontrol bahkan sejarah harus  “diseragamkan”  baik  narasi,  memori  hingga,  monumen  ingatan  (Mc.Gregor,2000) Konsekuensi  dari  hancurnya  gerakan  perempuan  adalah  mandegnya  perdebatan  pemikiran, sikap  kritis  serta  minimnya  perempuan  terlibat  dan  mumcul  di  ranah  politik  umtuk memperjuangkan hak-hak perempuan.

Akibatnya, perkembangan narasi sejarah perempuan berimbas dalam miskinnya perspektif  feminis.  Ketiadaan  pemikiran  feminisme  setelah  penghancuran  gerakan  perempuan  dapat terlihat dari  karya-karya sejarah  perempuan  yang  lebih  menekankan pada “harmoni”, peran  ganda dimaknai sebagai emansipasi yang tidak lupa kodrat, kepatuhan, serta kesetiaan menjadi “core” yang harus dijalanai perempuan jika ingin tampil di ranah publik. Ideologi ibuisme kemudian  mendominasi dalam  berbagai  ranah,  termasuk  ranah  akademis.  Meski  pada  tahun 1980an,  aktivis-aktivis  perempuan  kritis  memulai  kembali  kelompok-kelompok  studi  sejarah untuk membentuk kesadaran kritis dan kesadaran sejarah, namun periode ini masih jarang ada yang  mencatat  dan  menuliskan  pergulatan  pemikiran  serta  tantangan  gerakan  pada  preiode tersebut.  Sehingga  dapat  dipetakan  bahwa  historiografi  sejarah  perempuan  yang  berkualitas masih terbilang sedikit, lebih banyak karya sejarah perempuan yang berpespektif maskulin dan juga miskin perspektif feminis (Rahayu, 2007; Pradadimara, 2019). Sejarah perempuan sebagai cabang  pengetahuan dari  pohon  pengetahuan  sejarah  masih  belum  menjadi  perhatain serius dari  para  sejarawan  indonesia.  Tengok  saja,  samapai  saat  ini,  pengajaran  mengenai  sejarah perempuan  dalam  kurikulum  tingkat  universitas  belum  menjadi  mata  kuliah  tersendiri. Mengapa  menulis sejarah  perempuan,  terutama  jika  sejarawan  perempuan  yang  menulisnya, masih  sangat  sulit  dilakukan?  Setidaknya  ada  beragam  hal  yang  menjadi  hambatan  yakni infrastruktur, kultural dan struktural.

Wawancara

Journal Sejarah Vol 4 No 1 (2021): Historiografi Sejarah Perempuan: Kritik, Metodologi dan Capaian

Pengetahuan perempuan dalam sejarah agak dangkal dan cenderung mengulang-ulang argumen yang samaAgung Ayu Ratih


Saya mulai berpikir tentang perempuan dalam sejarah ketika saya bertemu dengan ibu-ibu mantan tapol dan penyintas kekerasan massal anti-komunis 1965 di awal 2000-an. Saya dan beberapa teman aktivis perempuan mengorganisasi kegiatan Lingkar Tutur Perempuan (LTP) untuk memberi ruang bicara yang aman dan leluasa bagi para ibu penyintas (Ratih, 2019). Dalam sekian  kali  kesempatan  berdiskusi  mereka  selalu  menekankan  pentingnya  penulisan  kembali sejarah karena yang diajarkan di sekolah tentang mereka dan Gerwani tidak benar. Kisah-kisah bohong ini menyebabkan ketegangan dalam hubungan mereka dengan anak-cucu dan keluarga besar mereka. Bagi para ibu penyintas klarifikasi historis penting untuk rekonsiliasi keluarga. Pernyataan  ibu-ibu  ini  bukan  saja  menjadi  amanat,  tetapi  juga  tantangan  bagi  saya  sebagai intelektual-aktivis yang sedang belajar sejarah. Saat itu saya dan teman-teman di Institut Sejarah Sosial  Indonesia  (ISSI)  sedang  sibuk  melakukan  wawancara  sejarah  lisan  dengan  ratusan penyintas  kekerasan  massal  1965,  sekaligus  membangun  perpustakaan  dan  arsip  tentang sejarah  gerakan  sosial  di  Indonesia. Pergaulan  saya  dengan  ibu-ibu  penyintas  lewat  Tutur Perempuan  benar-benar  mengubah  cara  pandang  saya  tentang  mereka  sebagai  manusia perempuan, tentang gerakan perempuan, dan sejarah Indonesia. Saya mulai melihat ibu-ibu ini bukan saja sebagai korban atau penyintas dalam kerangka pencatatan pelanggaran HAM, tetapi juga pelaku sejarah, pejuang pembebasan perempuan dan Indonesia. Pengalaman ini pula yang membuat saya berpikir lebih serius tentang sejarah pemikiran feminis dan hubungannya dengan pertumbuhan rasa kebangsaan di Indonesia.

selengkapnya

Vol 4 No 1 (2021): Historiografi Sejarah Perempuan: Kritik, Metodologi dan Capaian

Jurnal Sejarah edisi 4/1 mengangkat tema tentang perkembangan penulisan sejarah perempuan di Indonesia. Para penulis dalam edisi ini memberikan perspektif mereka tentang bagaimana sejarah perempuan ditulis, termasuk metodologi yang dapat dikembangkan dalam penulisan sejarah perempuan. 

karya a. iswinarto dari seri karya emak’e tole nembange genjer-genjer

Tutur Perempuan, Politik Ingatan dan Sejarah Lisan – Artikel-artikel (Kajian) Ilmiah Ayu Ratih Terkait Genosida 1965-1966.

“Adakah Perempuan Revolusioner dalam Sejarah Gerakan Kiri?” – Kompilasi Kajian-kajian Ruth Indiah Rahayu

Kompilasi Tinjauan Buku / Resensi Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia – Saskia E. Wieringa

 

Melampaui Maskulinitas: Narasi Perempuan dalam Sejarah Indonesia – Dialog Sejarah | HISTORIA.ID

Guys, sejarah Indonesia masih terlalu didominasi narasi yang maskulin: menempatkan perempuan di pinggiran arena. Tidak sebagai aktor utama namun sebagai pendukung belaka.

Bagaimana lakon perempuan di dalam sejarah di Indonesia? Apakah ada kaitannya dengan penghancuran gerakan perempuan semasa Orde Baru dan reduksi makna hari ibu jadi sekadar seremoni penghormatan peran domestik perempuan?

Julia Suryakusuma: Ibuisme Negara adalah Perkawinan antara Feodalisme dan Kapitalisme – Jurnal Perempuan

#SERIWEBINAR DISKUSI BUKU IBUISME NEGARA: KONSTRUKSI SOSIAL KEPEREMPUANAN ORDE BARU SERI 1 dan 2

Tinggalkan komentar