Kisah Ulung Sitepu, Jenderal dan Gubernur Kiri Dari Sumatera Utara

cover foto sumber wikipedia

simak pula

Tujuh Gubernur Sukarnois yang Dituduh Terlibat PKI dan Disingkirkan. Satu orang diculik dan dihilangkan, Satu Mengalami Persekusi Massa!

Sejarah Hidup Ulung Sitepu, Gubernur Kiri dari Sumatra Utara – tirto.id

Di era Revolusi, Ulung Sitepu ikut berjuang bersama Pesindo. Ikut tergulung usai Peristiwa G30S 1965 karena dianggap simpatisan komunis.

Ulung Sitepu, GUBSU Loyalis Sukarno dan Pancasilais Yang Dituduh PKI – Donsisko Peranginangin, SH

Spirit Soekarnoisme Warga Tanah Karo – Hiski Darmayana

Loyalitas politik warga Karo terhadap Soekarno berbuah manis dengan diangkatnya seorang putra Karo, Ulung Sitepu, sebagai Gubernur Sumut pada tahun 1963. Namun badai politik yang datang seiring dengan terjadinya peristiwa 30 September 1965 (G30S) seakan turut menghantam partisipasi politik orang Karo.

[unduh] PARA GUBERNUR SUMATERA UTARA : Kajian Sejarah, Soslal, dan Budaya

dalam indeks Ulung Sitepu disebut sebanyak 22 Kali

Putusan Mahkamah No. PTS-012/I/MHL/1966, tanggal 18 September 1966 – Hukuman Mati

disalin dari buku (dapat diunduh) Politik Kebijakan Hukuman Mati di Indonesia : Dari Masa ke masa – ICJR (hal 88-89)

Kedua, di daerah di mana komando Angkatan Darat yang terbelah secara politik, menghadapi resistensi atau tidak memiliki pasukan dalam jumlah memadai untuk digerakkan, pembantaian massal tertunda untuk beberapa waktu, namun kemudian mengalami percepatan secara dramatis ketika kekuatan penyeimbang berpihak pada posisi antikomunis. Di Sumatera Utara, misalnya, baik komandan militer regional Brigadir Jenderal Darjatmo, maupun Gubernur, Ulung Sitepu, bersimpati terhadap gerakan kiri, dan sebanyak 30% pasukan dipandang juga bersimpati terhadap gerakan kiri.8 Hasilnya adalah terjadilah tarik-menarik dengan kekuatan antikomunis yang membuat pembantaian massal tertunda lebih dari satu bulan. Maka, meskipun ada konflik yang mendalam pada aspek sosioekonomi dan politik di provinsi tersebut, pembantaian tidak mulai terjadi di situ sampai beberapa hari setelah 29 Oktober, ketika Darjatmo digantikan oleh Brigadir Jenderal Sobiran, yang disebut oleh pejabat Amerika Serikat sebagai seorang “antikomunis yang garang.” 9 (halsman 34)

dalam “Sampai ke Akar-akarnya”: Peran Angkatan Darat Indonesia dalam Pembantaian Massal tahun 1965-66 – Geoffrey Robinson

bad 5 dalam buku 1965 PADA MASA KINI : Hidup dengan Warisan Peristiwa Pembantaian Massal

The other version appears in Ali Sastroamidjojo’s report to Parliament on January 21st.31 

On December 26th at 10:00 p.m. Lt. Col. Sugiharto, Major L. R. Munthe, Major [Ulung] Sitepu and others drew up the plan for the Sapta Marga Operation which was to be carried out on December 27th by putting in Battalion 137, Battalion 139, Cavalry Squadron V, and one company of Field Artillery [Battalion] II.32 

The objective of the Sapta Marga Operation was to disarm Col. M. Simbolon and his men, on the understanding that bloodshed had to be avoided; should this not be possible,a total assault would be launched in order that the situation might be completely controlled. 

As the units of Battalion 137, coming from Brastagi, were delayed— they had to occupy the police station and the telephone exchange at Pantjar Batu first— the Sapta Marga Operation could not be launched before 4:00 a .m . 

At 3:00 a.m. Col. Simbolon, because of the Sapta Marga Operation, left his house and then Medan, together with part of Batalion 132, for Prapat. 

At 5:00 a.m. Major Munthe reported that the Sapta Marga Operation had completed the occupation of Medan. 

At 6:00 a.m. Lt. Col. Djamin Gintings issued a statement that he had assumed authority over TT-I. Thus it happened that there were two acting commanders in one military district.

THE MILITARY POLITICS OF NORTH SUMATRA DECEMBER 1956 – OCTOBER 1957* – John R. W. Smail 

This paper is concerned with the daerah crisis in North Sumatra between December 1956 and October 1957. The period chosen, like all “periods,” is arbitrary; I have adopted it because the events between Col. Simbolon’s coup of December 22, 1956 and the complex doings which have the name of the October 19th Affair can be fashioned into a satisfying short story, and because these events can be used to illustrate all the important political forces at work in the area at the time. It is only in this sense that I call these ten or eleven months a period.

disalin dari THE MILITARY POLITICS OF NORTH SUMATRA DECEMBER 1956 – OCTOBER 1957* – John R. W. Smail

Drama Malam Natalan: Kisah Penangkapan Kolonel Maludin Simbolon – historia

GERAKAN NAPINDO HALILINTAR DI TANAH KARO ( 1945-1949) – AYU MAHARANI BR SEMBIRING

Simak 1600 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)

13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o
13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)

Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s