simak pula [Kompilasi] Tionghoa dan Sejarah Gelap Genosida 1965-1966
Sejarah Sekolah Tionghoa, Korban Kebijakan Rezim yang Diskriminatif – tirto.id
Posisi masyarakat Tionghoa makin terjepit lagi setelah huru-hara Oktober 1965. Pascakudeta gagal G30S itu, masyarakat Tionghoa jadi korban represi pemerintah Orde Baru.
Seturut catatan Tomy Su dalam “Pasang Surut Tahun Baru Imlek” yang terbit di harian Kompas (8 Februari 2005), ada 21 beleid beraroma rasis terhadap etnis Tionghoa yang terbit tak lama setelah Soeharto mendapat Surat Perintah 11 Maret 1966. Di antaranya adalah kebijakan menutup sekolah-sekolah berbahasa pengantar Mandarin.
Kampanye penutupan sekolah bahkan diperluas dengan menyasar perguruan tinggi, akademi, dan lembaga penelitian milik orang Tionghoa yang dicurigai berhubungan dengan kaum komunis. Selain itu, ada juga pembersihan staf yang meluas hingga ke institusi negara.
Cerita Tragis Sekolah Tionghoa, Digeruduk Jadi Kamp Penahanan Kemudian – redaksi serat.id
Kepala sekolah Karangturi diinternir oleh massa, dari rumahnya dipaksa berjalan ke kamp tersebut dengan tangan terangkat.
The Memory Landscapes of“1965” in Semarang Martijn
Eickhoff, Donny Danardono, Tjahjono Rahardjo &Hotmauli Sidabalok
Dari Gedung Sarekat Islam, Kuburan Massal Mangkang hingga Sekolah Tionghoa Karang Turi
dalam bahasa Indonesia
Lanskap Memori Peristiwa 1965 di Semarang
(periksa mulai halaman 131)
Pada 5 Oktober, Komandan Teritorium Sumatra Mayjend A.J. Mokoginta berpidato di Medan mengutuk Gerakan 30 September sebagai “kontra-revolusioner”. Dia menggambarkan gerakan itu sebagai “alat negara asing”, merujuk kepada Tiongkok. Mokoginta menuding Tiongkok berada di belakang gerakan ini.[3] Mokoginta menilai gerakan itu hendak menghancurkan revolusi Indonesia.[4] Bersamaan dengan kutukan Mokoginta terhadap G30S tersebut, Komando Aksi Pemuda mengadakan aksi massa lanjutan. Kali ini mereka menuntut agar PKI dilarang. Massa tersebut kemudian berbuat kekerasan. Mereka menghancurkan jendela dan menjarah kantor pusat provinsi PKI. Namun dilaporkan, mereka tidak menghancurkan dokumen yang berisi daftar-daftar anggota PKI. Mereka juga menghancurkan rumah-rumah yang dimiliki oleh pemimpin PKI, begitu juga dengan rumah pimpinan Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia) dan sekolah Hua Zhong
disalin dari Baperki, KomunitasTionghoa, dan G30S di Kota Medan – Dian Purba (indoprogress)

sumber foto : Perjuangan Sekolah Tiong Hoa Hwee Koan dan Cara Mereka Menghina Tionghoa – Herman Tan
“Setelah ditutup antara tahun 1965-1966, sesaat setelah peristiwa 1965, sekolah itu digunakan untuk sekolah guru atau sekolah PGRI,” ujar Tham Tjen Sek (72) atau Toni Tambara, di kediamannya.
Pada masa itu, Toni Tambara melanjutkan, Rezim Orde Baru meminta seluruh sekolah milik warga Tionghoa di Indonesia ditutup.
selengkapnya Chung Hwa Sie Siauw, Sekolah Tionghoa di Metro Tempo Doeloe -teraslampung
*ditutup dan dirampas oleh penguasa pasca g30s
Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor: 014/dar. Tahun 1965 tentang Pembukaan Kembali Universitas Res Publica di Jakarta Kini Bernaung di Bawah Nama Universitas Trisakti

Siapa Membakar Kampus Res Publica – Tempo
Podcast episode #5 kali ini, merupakan episode khusus Hari Pendidikan Nasional kerjasama 1965 Setiap Hari dengan Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI).
ISSI adalah organisasi non profit yang dibentuk pada tahun 2003 dan bertujuan memajukan penelitian dalam sejarah sosial di Indonesia, khususnya melalui metode sejarah lisan.
Sekilas profil narasumber Podcast 1965 Setiap Hari kali ini: Tjiong Thiam Siong (Pak Tjiong) adalah mantan guru Tiong Hoa Hwee Koan yang mengalami bagaimana pendidikan di Indonesia dilaksanakan pada tiga jaman: dari jaman Jepang, paska kemerdekaan dan Orde Baru. Dan, Susanna Gunawan adalah murid sekolah Tionghoa di Jakarta yang ayahnya anggota BAPERKI (Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia) yang sempat dilarang pada 1965 karena dituduh berafiliasi dengan PKI.
Dua narasumber ini mengalami perubahan pendidikan di Indonesia karena pengambilalihan sekolah Tionghoa di tahun 1966. Pendidikan Indonesia setelah 1965-1966 berubah dalam corak, kurikulum, visi dan banyak lagi lainnya.
Sumber foto dalam poster dari buku Benny G Setiono berjudul Tionghoa Dalam Pusaran Politik, 2008.
Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) : Kesadaran Menuju Emansipasi -kotakhitamforumyogya
Sebagai sebuah sekolah, ternyata kiprah Chung Hua School tak hanya terbatas pada kegiatan-kegiatan belajar, melainkan juga tak menutup mata terhadap berbagai persoalan sosial yang dialami etnis Tionghoa akibat imbas kondisi politik yang acapkali berubah-ubah. Pada akhirnya keberlangsungan sekolah ini pun harus terhenti akibat memanasnya kondisi politik Indonesia pasca Gerakan Tiga Puluh September 1965.
simak selengkapnya CHUNG HUA SCHOOL SEBAGAI REPRESENTASI PENDIDIKAN ETNIS TIONGHOA DI JEMBER TAHUN 1911-1966 Christian Maria Goreti dkk – Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Jember
simak pula
[Kompilasi] Tionghoa dan Sejarah Gelap Genosida 1965-1966
Simak 1700 ‘entry’ lainnya pada link berikut
Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966
Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)




Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)