cover foto dari koleksi Siti Mirahjani Sukrisno
simak pula kompilasi
Orbituari ringkas dari Buletin Yayasan Sejarah dan Budaya Indonesia nomor 2/1999
SUKRISNO (81 tahun) meninggal dunia pada tanggal 6 Maret 1999 di Amstelveen. Ia seorang pejuang pena patriotic autodidak terkemuka, sarjana, dan diplomat di masa pemerintahan Presiden Sukarno. Setelah menamatkan pendidikan Schakelschool dan MULO sampai klas 3, ia berkecimpung dalam dunia jurnalistik, mulai dari juru ketik dan korektor kemudian diangkat menjadi wartawan KB Aneta. Tahun 1937 bersama-sama dengan wartawan-wartawan lainnya mendirikan KB Antara, dalam rangka menembus monopoli penyiaran berita oleh media colonial Belanda Aneta.
Ketika Jepang menghadapi keruntuhannya, dengan menggunakan fasilitas Dome (kantor berita pemerintah pendudukan Jepang), mendirikan dan mengorganisasi serta melatih tim markonis untuk menangkap dan menyiarkan berita-berita dari dan ke luar negeri. Adalah para wartawan muda Indonesia, seperti Djawoto, Adam Malik, Pandu Kartawiguna, dan Sukrisno inilah yang menyiarkan berita proklamasi kemerdekaan Indonesia keseluruh dunia, menyusul sesudah kekalahan Jepang pada paroh pertama Agustus 1945.
Pada awal masa kemerdekaan Sukrisno menjadi wakil Pimpinan Redaksi KB Antara. Ikut rombongan Bung Hatta dan Moh. Roem ke Konperensi Meja Bundar (KMB).
Pada tahun 1955 bekerjasama dengan Mr. Soedjarwo Tjondronegoro mendirikan perwakilan KB Antara di New York, yang memainkan peranan penting bagi Konperensi Asia-Afrika I di Bandung.Pada tahun 60-an, sampai 1966, ia diangkat sebagai Duta Besar RI berturut-turut untuk Romania dan Vietnam.Memimpin penerbitan bulletin masyarakat Indonesia di luar negeri untuk mengekspos rezim orde baru yang anti-demokrasi.Tahun ’80-an Sukrisno meneruskan studinya dan meraih gelar doktorandus antropologi pada Universitas Amsterdam. (KS)
***
Bung Karno “mensosialisasikan” pemikiran progresif di segala segmen kegiatan masyarakat, PWAA dan PWI-manipolis didorong maju, wartawan-wartawan senior direkrut; Adam Malik, B.M. Diah, Djawoto, Sukrisno, Tahsin diangkat jadi duta besar untuk memompa darah baru dalam dunia diplomasi kita. Bung Karno juga melancarkan usaha pembaruan misi dan visi dalam lembaga dunia seperti Olympiade dan PBB. Bung Karno Karno memasang dadanya menghadapi The Old Established Forces dalam dan luar negeri, sebaliknya terus memacu barisan The New Emerging Forces. Tetapi Bung Karno kalah, idee-idee pembaruan Bung Karno dilindas oleh suatu overmacht, kekuatan adikuasa Perang Dingin barat Amerika-Inggris yang punya basis di Indonesia. Lantas apa yang kita dapat sebagai pengganti set-back delapan tahun itu?
disalin dari Perjalanan Hidup Saya – A. Umar Said (halaman 280)

Dari Aneta ke Antara, dari Bucharest, Hanoi hingga Terdampar di Amstelveen – Teguh Santosa
Hubungan Baik Dengan Bung Karno yang Akhirnya jadi Bumerang – Teguh Santosa
Hanya Sahabat Bung Karno, Ayah Saya TidakTerlibat G30S – Teguh Santoso
Nuni Berharap SBY yang Bijaksana Berkenan Memecahkan Perkara Tanah Bapaknya – Teguh Santosa
Pemulihan aset korban tragedi 1965: ‘Rumah kami dirampas paksa’ – BBC News Indonesia
‘Rumah kami dirampas paksa’ – Korban Peristiwa 1965 menuntut pemulihan aset keluarga – bbc indonesia
Pemulihan aset milik para korban pelanggaran HAM berat dalam rangkaian peristiwa 1965/1966, yang ‘dirampas paksa’ di awal Orde Baru, merupakan bentuk ‘pengakuan atas penyelesaian yang tulus’ atas kesalahan masa lalu, kata sejarawan.

Surat perintah dari kol. Soetopo Joewono, atas perintah mendagri Amir Machmud di thn. 1966, sehubungan dengan penyitaan tanah dan rumah bapak saya di Jln. Kebon Binatang1, nr.3 (sekarang namnya Jln. Cikini II nr.3), didaerah Menteng Jakarta, karena bapak saya tidak mau kompromi dengan rezim Suharto yg. tangannya berlumuran darah jutaan rakyat yg. nggak bersalah. (catatan Siti Mirahjani Sukrisno)
Catat Cerita Para Eksil yang Ingin Mati di Tanah Kelahiran #arijunaedi via @jpnncom
Simak 1700 ‘entry’ lainnya pada link berikut
Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966
Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)




Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)