simak bagian Protests by the Women’s International Democratic Federation and the NVB
Feminisme Anti-Imperialis Gerwani di Panggung Perang Dingin – Ruth Indiah Rahayu [indoprogress]
Dalam konteks solidaritas internasional anti-imperialisme, Gerwani menjadi anggota Women International Federeration Democratic (WIDF) yang didirikan di Paris pada 1945. Dalam masa perang dingin 1947-1991, ketika tegangan politik dan militer antara “dunia Barat” yang dipimpin oleh AS versus “dunia sosialis” yang dipimpin oleh Uni Soviet memuncak, federasi perempuan internasional ini cenderung memberikan solidaritas kepada negara-negara sosialis dan bekas jajahan. Keikutsertaan Gerwani di dalamnya memenuhi kriteria sebagai organisasi perempuan dari negara bekas jajahan yang masih tetap memperjuangkan anti-imperialisme.
Namun, Gerwani menyayangkan sikap WIDF belakangan menjadi revisionis, menghindari perjuangan anti-imperialis dan hanya menitikberatkan pada perjuangan perempuan untuk perdamaian berdasarkan prinsip “damai untuk damai”. Padahal, “tak mungkin perdamaian terjadi selama imperialisme ada, membunuh pejuang-pejuang kemerdekaan, dan masih membuat perang di mana-mana”. Imperialisme membuat perempuan menderita, maka perjuangan melawan imperialisme adalah membebaskan perempuan dari penderitaan.
Gerwani dan Perjuangan Politik Perempuan – Rio Apinino [indoprogress]
Gerwani juga melakukan jaringan yang luas dan kuat dengan organisasi perempuan internasional. Gerwani ikut serta dalam sebuah federasi perempuan internasional, Women International Democratic Federation (WIDF) yang didirikan tahun 1945. Gerwani juga turut berpartisipasi dalam Congress of Women di Paris. Adapun tujuan WIDF secara garis besar adalah memperjuangkan hak kaum perempuan sebagai ibu, pekerja dan warga negara; memperjuangkah hak anak-anak untuk hidup, kesejahteraan dan pendidikan; mendukung kemerdekaan nasional, penghapusan apartheid, diskriminasi rasial dan dan fasisme.
Hubungan diantara Gerwani dan WIDF awalnya sangat harmonis dan saling mendukung. Tetapi, semenjak tahun 1960, hubungan diantara keduanya mulai tegang dan puncaknya terjadi pada kongres WIDF 1963. Hal ini sedikit banyak disebabkan oleh meningkatnya militansi Gerwani dan makin dekatnya Gerwani dengan Tiongkok. Perselisihan pertama Gerwani dan WIDF terjadi pada permulaan 1960, beberapa bulan setelah Sidang Biro di Jakarta. Ketika itu isu Irian Barat begitu kuat. Gerwani yang ikut memobilisasikan kadernya dalam perjuangan pembebasan Irian Barat, dirasa tidak sesuai dengan asas WIDF yaitu perdamaian. Pada tahun 1963, hubungan Gerwani dengan WIDF semakin memburuk. Dalam kongres bulan Juni, timbul pertentangan karena mayoritas anggota hendak membawa organisasi ke arah ‘feminis dan pasifis’. Bagi Gerwani, tidak akan ada perdamaian selama imperialisme masih ada di dunia. Meskipun WIDF masih bisa memahami apa yang dilakukan Gerwani dalam memperjuangkan pembebasan Irian Barat adalah dalam rangka perjuangan nasional dan kemerdekaan 100 persen, tetapi dalam isu konfrontasi dengan Malaysia, WIDF sama sekali tidak mendukungnya karena dinilai tidak memiliki alasan yang kuat.
Sebelum peringatan Hari Anak Nasional, Indonesia sudah memperingati peringatan Hari Anak Internasional setiap tanggal 1 Juni. Peringatan tersebut diperkenalkan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani). Organisasi ini awalnya bernama Gerakan Wanita Istri Sedar (Gerwis), didirikan pada 1950. Pada kongres Gerwis tahun 1954, para pemimpin organisasi memutuskan untuk menjangkau lebih banyak perempuan dari kalangan bawah sehingga mengubah namanya menjadi Gerwani.
Hari Anak Internasional dideklarasikan dalam kongres Women’s International Democratic Federation (WIDF) di Moskow, Rusia, pada 1949. Diperingati kali pertama pada 1 Juni 1950. Gerwis bergabung dengan WIDF pada 1950. WIDF menjadi saluran politik internasional bagi Gerwis –dan kemudian Gerwani. Gerwani mengirim laporan secara rutin ke WIDF dan mengutus wakilnya ke kongres WIDF.
selengkapnya Gerwani dan Hak Anak [historia.id]
catatan : KOWANI (Kongres Wanita Indonesia) di WIDF
Dalam masa tahun 1950 sampai dengan 1959 Kongres Wanita Indonesia secara aktif membina hubungan dengan organisasiorganisasi perempuan luar negeri. Kongres Wanita Indonesia mengirimkan utusan-utusan ke berbagai konferensi internasional. Pada masa ini, perlu dicatat bahwa KOWANI setelah berfusi dengan Badan Kontak berhenti sebagai anggota WIDF (Women’s International Democratic Federation) dan keanggotaan organisasi luar negeri diserahkan kepada masing-masing organisasi.
(dalam Triana Wulandari Perempuan Dalam Gerakan Kebangssan hal 236)
INDONESIAN WOMEN, THE WOMEN’S INTERNATIONAL DEMOCRATIC FEDERATION AND THE STRUGGLE FOR ‘WOMEN’S RIGHTS’, 1946–1965 – Katherine McGregor
https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13639811.2012.683680?needAccess=true
(catatan : sayang sekali artikel yang sangat relevan tidak bisa diakses luas oleh publik. berikut abstrak kajian ini
Abstract
This article examines the transnational links Indonesian women made with women abroad by means of participation in the WIDF (Women’s International Democratic Federation) from 1946–1965. Drawing on Indonesian women’s speeches at WIDF congresses, contributions to WIDF publications and documents from Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia, the Indonesian Women’s movement) national congresses the article argues that the WIDF provided an important political compass for Indonesian women on the political left and directly influenced the form and content of its campaign for women’s rights. At the same time Gerwani women were able to draw attention and attract support from the extensive membership of the WIDF for domestic challenges, which they positioned as connected to broader struggles against imperialism. With a rapidly rising membership Gerwani was assuming increased importance and influence in the WIDF by the early 1960s and had begun to shape the direction and causes of the WIDF.
McGregor’s study of Gerwani, the leftist women’s organization in Indonesia, and its close relationship to WIDF in the 1950s and early 1960s, directly refutes the troubling assumption about women’s political passivity, an assumption that is particularly disturbing when writing about Asian women ð2012Þ. She shows how Gerwani shaped the agenda for WIDF even as it took inspiration from WIDF’s goals to frame its campaigns.
Department of History, Stockholm University, Stockholm, Sweden
dalam index kata Indonesia 12 kali, Gerwani 2 kali
Francisca de Haan – Central European University
In: Women and Social Movements (WASI) Online Archive, edited by Thomas Dublin and Kathryn Kish Sklar (essay online from October 2012),
The Women’s International Democratic Federation

simak bagian Protests by the Women’s International Democratic Federation and the NVB
Arsip Organisasi
Arsip Pedoman Bekerdja – Gerwis (1950)
Arsip Peraturan Dasar Gerakan Wanita Indonesia (1954)
simak pula
Kompilasi Tinjauan Buku / Resensi Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia – Saskia E. Wieringa
[kompilasi] Mozaik Sejarah Gerakan Perempuan Indonesia, GERWANI dan Penghancurannya
[kompilasi] Mozaik Sejarah Gerakan Perempuan Indonesia, GERWANI dan Penghancurannya
simak 1600 ‘entry’ lainnya pada link berikut
Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966
Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)


Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)