cover foto dari website Sekber 65
Pementasan Kethoprak Srawung Bersama (KSB) “PRAHARA” – Sekber 65
Pentas Ketoprak Srawung Bersama: Pembelaan Bagi Para Korban yang Tersisih
Pementasan ketoprak ini bercerita tentang kondisi warga di zaman Amangkurat dimana Adipati Condolo, Bupati Kabupaten Segoro Yoso dianggap banyak melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), seperti melakukan penghilangan paksa, penggusuran dan kejahatan kemanusiaan. Masyarakat yang hidup disana melakukan protes tentang pelanggaran HAM ini. Ada seorang perempuan yang kehilangan suaminya, ada laki-laki yang kehilangan anaknya dan ada sejumlah penggusuran yang terjadi disana. Semuanya memakan korban. Ini merupakan inti cerita dari pementasan ketoprak. Pementasan ini memang sengaja mengambil cerita tentang kehidupan yang dianggap relevan dengan kondisi para korban 65 dan korban pelanggaran HAM
Ketoprak Srawung Bersama merupakan ketoprak yang menaungi para korban pelanggaran HAM termasuk korban 65. Ahmad Ramdon selaku ketua panitya pertunjukan mengatakan bahwa pementasan ini bukan hanya sebagai perayaan seniman dalam mengapresiasi seni pertunjukan, namun juga menjadi bagian penting dalam merawat sejarah.
“Pementasan ini membuktikan bahwa sejarah bukanlah milik penguasa tapi milik kita semua, ini terlihat dari banyaknya anak-anak muda yang selalu datang di setiap pertunjukan ketoprak yang diadakan Kethopral Srawung Bersama (KSB),” ujar Ahmad Ramdon.
petikan pentas PRAHARA
Memperingati hari HAM Internasional : Pentas Kethoprak Srawung Bersama dengan lakon “BEBANTEN” – Sekber 65
Dalam rangka memperingati hari HAM Internasional yang jatuh pada tanggal 10 Desember 2018, Sekber’65 bekerja sama dengan KSB (Kethoprak Srawung Bersama) dan Amnesty Internasional Indonesia menyelenggarakan Pentas Kethoprak dengan lakon “BEBANTEN”.
“SENI SEBAGAI ALAT ADVOKASI HAM” – Sekber 65
Diskusi publik ini merupakan bagian dari sebuah event terkait dengan kegiatan mempromosikan hak asasi manusia dalam sebuah acara Pementasan Ketoprak “PRAHARA” yang dilaksanakan pada hari Senin, 24 Juni 2019 dengan mengangkat isu tentang HAM. Bagaimana upaya dari dua hal yang berbeda yaitu HAM dan seni menjadi satu, bagaimana sebuah kesenian menjadi bagian dari upaya mempromosikan advokasi atau bagian lebih penting dan menjadi sebuah instrumen sebagai upaya mewujudkan hak asasi manusia.
PENTAS KEMANUSIAAN KETHOPRAK SRAWUNG BERSAMA “GEGER KADEMANGAN KUTHAWINANGUN” (Bahasa Indonesia)
Indonesia Untuk Kemanusiaan – Ketoprak Pagebluk dan Penggambaran Ketakutan di Masa Pandemi
Pagebluk bercerita tentang sebuah Kadipaten Selogumito yang terkena wabah Covid-19. Awalnya sang Adipati kebingungan dalam merespon wabah tersebut, namun setelah diskusi panjang dengan dua orang kepercayaannya, Adipati memutuskan untuk mengeluarkan kebijakan lockdown, yang ternyata merupakan akronim dari:
L : Lungguh ayem ning omah (duduk tentram di rumah)
O : Ora usah keluyuran (tidak boleh keluar rumah jika tidak sangat penting)
C : Cukup ngasohi (harus banyak istirahat)
K : Kumpul karo keluarga (berkumpul dan berbahagia bersama keluarga)
D : Dipepe awake (berjemur di bawah sinar matahari)
O : Olahraga secukupe (olahraga secukupnya)
W : Wisuh karo sabun (cuci tangan pakai sabun)
N : Ngerungo seng akeh (diam yang banyak)
simak selengkapnya di https://www.youtube.com/watch?v=vRKZT9vzSlk&t=455s