Genosida Intelektual 1965-1966 : Menyapu Kaum Intelektual Marhaenis / Soekarnois dan Intelektual “Merah dan Ahli”

*”Merah dan Ahli” simak John Rossa dalam pengantar buku Mengajarkan Modernitas: PKI Sebagai Sebuah Lembaga Pendidikan Ruth T. McVey (terlampir)

 

 

Sejarawan UGM Abdul Wahid yang kini tengah meneliti dampak peristiwa G30S 1965 di berbagai universitas di Indonesia menemukan fakta adanya genosida intelektual. Dari 10 kampus yang ditelitinya, diperoleh data sekitar 299 dosen dan 3464 mahasiswa ditahan, hilang atau bahkan tewas sehingga berhenti dari kegiatan belajar-mengajarnya. Intelektual kiri UGM menempati urutan pertama yang paling banyak disingkirkan, meliputi 115 dosen dan 3.006 mahasiswa.

Selain dosen dan mahasiswa, dalam disertasinya tentang standarisasi pendidikan guru sekolah di Indonesia 1893-1969, sejarawan UGM Agus Suwignyo menemukan pula fakta hilangnya guru-guru sekolah yang berafiliasi kepada PKI. Akibatnya banyak murid sekolah kehilangan guru-gurunya yang kritis serta memiliki kesadaran politik. Sebagian besar mereka tergabung dalam organisasi PGRI Non Vak Central yang dinyatakan terlarang berdasarkan keputusan No. 85/KOGAM/1966 yang ditandatangani Soeharto pada 31 Mei 1966.

Kesempatan untuk mengabdikan ilmu pengetahuan di tanah air juga terhambat bagi para pemuda yang sebelum 1 Oktober 1965 berangkat tugas belajar keluar negeri. Mereka yang mendapatkan beasiswa ikatan dinas dari Kementerian Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) atau dari jawatan kerjanya masing-masing, terpaksa mengurungkan niatnya pulang untuk menghindari penangkapan. Banyak dari eks mahasiswa ikatan dinas (Mahid) itu yang akhirnya bekerja di luar negeri, mengamalkan ilmu dan keterampilannya untuk negeri orang. 

disalin dari Kerugian Nasional Akibat Genosida Politik 1965-1966 – Bonnie Triyana 

 

 

Genosida Intelektual 1965 dan Perampasan 16 Institusi Pendidikan ‘Kiri’

 

Genosida Politik 1965-1966 dan Hilangnya Satu Generasi Intelektual Indonesia

 

‘Mutilasi’ Marhaenisme : Pembersihan Ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno

Indonesian Education: Communist Strategies (1950-1965) and Governmental Counter Strategies (1966-1980) – R. Murray Thomas

Asian Survey, Vol. 21 No. 3, Mar., 1981; (pp. 369-392)

 

                                                                                            

 

Tentang ‘Merah dan Ahli’

 

Pemimpin PKI yang bertanggung jawab atas program-program pendidikan adalah Siswoyo, yang diwawancara McVey ketika ia berkunjung ke Indonesia di awal hingga pertengahan tahun 1965. Siswoyo telah meninggalkan sebuah memoar yang bernilai dan mengungkap banyak hal, yang baru saja diterbitkan tahun kemarin. Di dalamnya, ia menyebutkan bahwa partai membuat pendidikan sebagai sebuah prioritas, sehingga terbentuklah sebuah bagian di dalam partai yang disebut Departemen Pendidikan Ilmu dan Kebudayaan pada 1958, yang berbeda dari Departemen Pendidikan Partai. Yang terakhir dijalankan oleh kelompok Agitprop partai dan hanya didisain untuk menjamin semua anggota memahami program partai dan beberapa prinsip dasar Marxism-Leninism. Fungsi departemen yang pertama adalah untuk menyediakan pendidikan umum. Siswoyo menjelaskan bahwa ide saat itu adalah bahwa “kebangkitan rakyat harus diimbangi dengan rasio.” Partai harus menyediakan sebuah “pendidikan umum untuk meningkatkan rasio di kalangan massa rakyat, agar massa rakyat dapat berpikir lebih matang, jernih, dan objektif.” Slogan saat itu adalah “Merah dan Ahli.”5

PKI juga memainkan peran dalam perluasan sistem pendidikan negara. Beberapa dari guru yang baru dilatih, dari latar belakang miskin, dari orang-orang tua buta huruf, tertarik pada PKI. Merekalah yang bersedia untuk hidup di desa-desa terpencil mengajar anak-anak bertelanjang kaki di gubuk-gubuk tanpa peralatan apapun. Di masa Demokrasi Terpimpin, para guru yang tertarik pada PKI dan Sukarno membentuk sebuah persatuan di dalam perserikatan guru-guru, PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia). Tak puas pada posisi politik para pemimpin perserikatan, yang mencoba mengafiliasi serikat mereka dengan perserikatan konfederasi yang disponsori tentara dan sayap kanan, SOKSI, mereka membentuk faksi terpisah – PGRI Nonfak-sentral – pada Juni 1964. Sebagaimana yang telah sering dicatat dalam literatur atas pembunuhan massal tahun 1965-66, banyak korban adalah guru-guru sekolah: tentara mengumpulkan semua anggota PGRI Nonfak-sentral yang bisa mereka temukan dan membunuh banyak sekali guru hingga sekolah-sekolah kemudian kekurangan guru selama bertahun-tahun.6

John Rossa dalam pengantar buku Mengajarkan Modernitas: PKI Sebagai Sebuah Lembaga Pendidikan Ruth T. McVey

 

Mengajarkan Modernitas: PKI Sebagai Sebuah Lembaga Pendidikan Ruth T. McVey

Pendidikan Untuk Semua

Universitas Rakyat

Partai Sebagai Pusat Perjuangan Intelektual

 

dalam Bahasa Inggris

Teaching Modernity : The PKI as an Educational Institution – Ruth McVey

 

Saat kembali membangun partai di awal 1950-an, yang pertama kali dilakukan PKI adalah pendidikan politik melalui kerja penerbitan dan penerjemahan. Mereka menggagas beridirinya Yayasan Pembaruan sebagai wadah untuk menerbitkan dan mempublikasikan tulisan-tulisan. Tidak ada partai seproduktif PKI kala itu, di masa-masa percetakan membutuhkan cukup banyak biaya. Selain koran yang beredar setiap hari seperti Harian Rakyat, PKI juga menerbitkan jurnal berisi tulisan-tulisan ilmiah, pamflet-pamflet dan banyak buku. Tiap organisasi massa underbouw PKI pun memiliki penerbitannya sendiri untuk merilis tulisan-tulisan menggunakan bahasa pengantar yang tegas dan mudah dipahami oleh para kader.

Mereka menggagas beridirinya Yayasan Pembaruan sebagai wadah untuk menerbitkan dan mempublikasikan tulisan-tulisan. Tidak ada partai seproduktif PKI kala itu, di masa-masa percetakan membutuhkan cukup banyak biaya. Selain koran yang beredar setiap hari seperti Harian Rakyat, PKI juga menerbitkan jurnal berisi tulisan-tulisan ilmiah, pamflet-pamflet dan banyak buku. Tiap organisasi massa underbouw PKI pun memiliki penerbitannya sendiri untuk merilis tulisan-tulisan menggunakan bahasa pengantar yang tegas dan mudah dipahami oleh para kader

disalin dari Suara “Merah” Ibu Kota: Geliat Politik Partai Komunis Indonesia Comite Djakarta Raya – SATRIONO PRIYO UTOMO – jurnal.ugm.ac.id


‘Obor Teori Yang Terang’, Literatur Kiri dan Peran Badan Penerbit Progresif Yayasan Pembaruan (Jajasan Pembaruan) *simak bibliografi 109 buku terbitan Jajasan Pembaruan

 

 

 

…..maka dalam kesempatan sambutan saya ini saya akan memusatkan pidato saya mengenai soal pendidikan di luar Partai. Suatu masalah yang makin kita akui pentingnya di dalam meningkatkan taraf kebudayaan rakyat, dalam menciptakan manusia-manusia baru untuk membina Indonesia baru, tetapi juga suatu masalah yang sampai sekarang belum cukup mendapat perhatian dari kita. Dengan makin meluasnya organisasi Partai di seluruh tanah air, dengan makin besarnya pengaruh politik Partai dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, maka segeralah tampil ke depan dengan mendesak masalah pekerjaan pendidikan nasional……

 selengkapnya

Pidato Siswoyo(Anggota Sekretariat CC PKI)

 

Resensi Buku: Siswoyo Dalam Pusaran Arus Sejarah Kiri

Universitas Rakyat – disalin dari buku Siswoyo Dalam Pusaran Arus Sejarah Kiri; halaman 157-162; terbitan Ultimus, Cetakan 1, Juli 2015.

Dasar pemikirannya ialah kebangkitan rakyat tidak cukup hanya dituntun oleh garis politik, dengan semangat dan keberanian saja. Tapi kebangkitan rakyat juga harus diimbangi dengan rasio.

Universitas Rakyat (UNRA) : Ide dan Praktik Pendidikan “Merah” 1958-1965 – Satriono Priyo Utomo 

 [unduh] UNTUK PENDIDIKAN NASIONAL, KERAKJATAN DAN ILMIAH!

Hasil-hasil Seminar Pendidikan Umum PKI

Jajasan Pembaruan 1962.

“…kami memihak kemanusiaan karena ini adalah pendirian rakyat, dan kaum intelegensia yang jujur…”

Fungsi Universitas Dalam Revolusi (D.N. Aidit)

“Ilmu yang revolusioner tak mungkin berkembang tanpa suasana yang bebas, … Dogma, kekakuan, dan ketidak-kreatifan tidak mempunyai tempat dalam ilmu revolusioner.”

simak pula

“Kaum Tani Menganjang Setan Setan Desa” : Memadukan Kerja Politik, Pendidikan dan Penelitian Partisipatori (Menarik Pelajaran dari Pengalaman PKI dan Barisan Tani Indonesia)

 

Studi, Organisasi, Revolusi : Menelusuri Jejak ‘Hilang’ Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI)

Perburuan dan Pemberangusan Bapak Ibu Guru dan PGRI Non Vaksentral (PGRI NV)

Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia : Pohon Kecil itu tak bisa melawan badai yang menerpanya. Tumbang * Kesaksian Tapol 65 eks Pimpinan/Kader IPPI

simak 1700 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)

 

14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o
13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)
Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s