“Purifying Indonesia, Purifying Women” : Komnas Perempuan dan Genosida/Tragedi 1965-1966

Purifying Indonesia, Purifying Women: The National Commission for Women’s Rights and the 1965–1968 antiCommunist violence – Nelly van DoornHarder [Cross Current Volume 69, Issue 3  September 2019]

 

unduh

Laporan Pemantauan Ham Perempuan: Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Berbasis Jender — Mendengarkan Suara Perempuan Korban Peristiwa 1965. Jakarta: Komnas Perempuan, 2007

English translation Gender-Based Crimes Against Humanity: Listening to the Voices of Women Survivors of 1965, Short title: Komnas PerempuanReport (Jakarta: Komnas Perempuan,
2007). 

 

Komnas Perempuan menerbitkan laporan ini 5 tahun sebelum Komnas HAM menerbitkan laporan Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa 1965/1966

Ringkasan Eksekutif Hasil Penyelidikan Tim Ad Hoc PenyelidikanPelanggaran HAM yang Berat Peristiwa 1965-1966

 

 

(Simak kesaksian Mariana Amirrudin Komisioner Komnas Perempuan di dok video dibawah mulai dari menit-menit awal setelah dibuka oleh panitera dan hakim)

0christina3

 

International People’s Tribunal 1965 Live Stream Day 3# 12-11-2015

(simak juga kesaksian Saskia Wieringa setelah Marianna untuk isu yang sama “kekerasan seksual/kekerasan berbasis jender”)

“Komnas Perempuan dan International People’s Tribunal 65

International People’s Tribunal (IPT) adalah bentuk pengadilan yang digelar oleh kelompokkelompok masyarakat dan bersifat internasional untuk membahas kasus-kasus pelanggaran HAM berat dan juga dampaknya. Mekanisme ini berada di luar negara dan lembaga formal seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kekuatannya berasal dari suara para korban dan masyarakat sipil, nasional dan internasional. IPT tidak sama dengan Pengadilan Internasional.

Pada tanggal 10-13 November 2015 Komnas Perempuan menghadiri undangan IPT di Den Haag, Belanda, sebagai observer, dimana dokumen Komnas Perempuan menjadi salah satu bahan yang disajikan untuk pembuktian kepada Majelis Hakim dan Jaksa. Laporan tersebut adalah tentang Laporan Pemantauan HAM Perempuan berjudul “Kejahatan Kemanusiaan 48 Berbasis Gender, Mendengarkan Suara Korban Peristiwa 65” tahun. Dokumen Komnas Perempuan tersebut sangat berguna bagi kesaksian pada kasus kekerasan seksual yang diungkapkan Rahayu (bukan nama sebenarnya) pada hari kedua. Berkaitan dengan dokumen dan kesaksian tersebut, Komnas Perempuan dipanggil untuk duduk di kursi saksi, memberikan penjelasan dan verifikasi tentang kebenaran kesaksian tersebut, apakah sesuai dengan dokumen yang diberikan oleh Komnas Perempuan, dan yang juga telah disampaikan oleh Saskia Wierenga selaku peneliti.

Komnas Perempuan diwakili komisioner Mariana Amiruddin diminta oleh Zak Jacoob selaku Ketua Majelis Hakim International People’s Tribunal 65 untuk memberikan keterangan mengenai apa saja yang menjadi rekomendasi Komnas Perempuan tentang kasus ini kepada pemerintah, dan dijawab tentang perlunya bantuan sosial, kesehatan dan ekonomi kepada korban untuk dapat segera dilakukan, juga agar negara menghapus stigma para korban.

Zak Jacoob, sebagai Ketua Majelis Hakim, bertanya kembali tentang apa gunanya IPT untuk Komnas Perempuan? Komnas Perempuan menjawab bahwa Tribunal People 65 membantu Komnas Perempuan mendengarkan kesaksian langsung, mendengarkan argumen dan pertanyaan dari para hakim dan jaksa, yang akan memperkuat rekomendasi-rekomendasi Komnas Perempuan kepada pemerintah ke depan.

Sejak tanggal 10-13 November, Komnas Perempuan telah mengobservasi seluruh kesaksian mula dari tema Mass Murder, Enslavement, Imprisonment, Torture, Sexual Ciolence, Persecution and Exile, Enforced Disappearances, dan Hate Crimes-Propaganda.

Kendala yang dialami Komnas Perempuan adalah bahwa masalah pelanggaran HAM Masa Lalu tahun 65 masih penuh resisten dari publik dan negara, namun surat izin dari Presiden dan lembaga negara terkait memudahkan keberangkatan, sehingga memudahkan melakukan observasi dan dokumentasi. Informasi terkini tentang data pelanggaran HAM Masa Lalu peristiwa 65 melalui acara IPT tertutama dari kesaksian korban, meski mendapatkan ancaman dari berbagai pihak. Dalam tantangan ini perlu kepastian bahwa seluruh tugas-tugas Komnas Perempuan mengenai pelanggaran HAM Masa lalu perlu dilindungi dan dijamin keamanannya baik untuk para saksi maupun korban. Keterlibatan NHRI (national human rights institution) yang lain diperlukan dalam hal kemanan.”

 

KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADA P PEREMPUAN – CATATAN TAHUNAN TENTANG KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN 1965 : Kekerasan terhadap Perempuan Meluas: Negara Urgen Hadir Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Domestik, Komunitas dan Negara petikan hal 48-49

 

 

Komnas Perempuan: Putusan IPT Perkuat Dugaan Kekerasan Seksual dalam Tragedi ’65

***

Putusan Sidang IPT 1965 Terkait Kekerasan Seksual Yang Sistemik Dalam Genosida 1965-1966

IPT 1965, Kesaksian Kingkin Rahayu : KekerasanSeksual dan Keterlibatan Akademisi UGM Dalam Penyiksaan / Genosida Politik 1965 

simak 1700 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)

 

14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o

13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)
Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s