Perlawanan Terakhir Aktivis Komunis dan Kiri Lainnya Sepanjang dan Pasca Kudeta Merangkak Suharto – Genosida Politik 1965-1966

Tukang kliping #PerpustakaanOnlineGenosida65_66 saat menghimpun kisah-kisah terkait perlawanan terakhir kader-kader PKI dan gerakan kiri umumnya paska G30S dan sepanjang Genosida Politik yang dilancarkan Suharto. Baru terkumpul beberapa bahan online serba sedikit seperti kisah perlawanan Rewang dkk di Blitar Selatan, Pamflet Pendukung Komando Presiden Sukarno oleh 4 sekawan Sulami, Sudjinah, Sri Aisah Ambar Rukmiyati dan Suharti Harsono, Mbah Suro, Imam Muhaji, Markus Giroth dkk di Sulawesi dan serba sedikit perlawanan Eksil di Uni Soviet (Komite Luar Negeri PKI) dan RRT  (Delegasi Komite Sentral PKI) yang saling berkonflik.

 

                                                                                   

1.

Tulisan ini menguraikan pengalaman seorang aktivis komunis di tingkat lokal dan pengalaman pribadinya dalam menghadapi gelombang peristiwa kekerasan antikomunis pada 1965. Selain pengalaman sepanjang momen krisis tersebut, tulisan ini juga menampilkan bagaimana perkembangan partai tersebut dalam lingkup perkembangan sejarah lokal gerakan komunis di Indonesia. Berbeda dengan arus utama historiografi 1965 yang menggambarkan kisah tanpa daya para aktivis komunis dalam menghadapi gejolak politik yang terjadi, tulisan ini menampilkan langkah-langkah terakhir yang dilakukan kader-kader PKI dalam momen krisis tersebut. Birokratisasi yang terjadi dalam tubuh partai pada akhirnya menjadi faktor utama yang menyebabkan partai tersebut sulit beradaptasi dengan situasi baru yang terjadi setelah kudeta militer di ibukota.

selengkapnya Andi Achdian – Imam Muhaji : A Profile of Loccal Communist Activist

 

2

Riwayat Rewang Mengumpulkan Sisa-Sisa PKI 1965 – tirto

Operasi Trisula Digelar TNI untuk Bangkitkan Sentimen Anti-Komunis – tirto

rewang ultimus

 

baca juga

 

Operasi Trisula: Pembantaian atas Anggota dan Simpatisan PKI di Blitar Selatan  

 

*Perlawanan kader-kader komunis dan penumpasannya

 

 

 

3

 

Pamflet Pendukung Komando Presiden Sukarno

 

 

 Kisah Getir Aktivis Gerwani dan Sidang Subversif – cnn indonesia

 

Sejak 1 Oktober, Sudjinah dan Sulami hidup nomaden. Mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain bersama jaringan kelompok kiri, sembari mengorganisasi buletin Pendukung Komando Presiden Sukarno.

Sudjinah dalam bukunya mengatakan, dia mengorganisasi buletin untuk memberikan informasi dan mengingatkan masyarakat bahwa  Presiden Sukarno saat itu masih berkuasa dan merupakan kepala pemerintahan yang sah.

“Menerbitkan buletin dengan informasi agar masyarakat tidak terhasut dan tetap mendukung Bung Karno,” kata Sudjinah.

Aktivitas Sudjinah dan Sulami bekerja bawah tanah bertahan 18 bulan. Pada Februari 1967, Sudjinah tertangkap, kemudian Sulami menyusul tertangkap lima bulan kemudian, Juli 1967.

Dua aktivis perempuan lainnya, Sri Aisah Ambar Rukmiyati dan Suharti Harsono, juga tertangkap. Mereka aktivis buruh yang bekerja sama melakukan gerakan bawah tanah mendukung Sukarno.

Sulami, Sudjinah, Suharti, dan Sri Ambar lantas diseret ke pengadilan dengan tudingan subversif. Mereka dituduh berupaya menjatuhkan kekuasaan yang sah.

 

 

Baca juga Tokoh Gerwani, SOBSI, dan BTI yang Ditangkap Karena Membela Sukarno – tirto.id

 

Ketika pecah peristiwa berdarah di pengujung bulan September 1965, Sulami mengaku segera meninggalkan semua pekerjaannya dan mulai hidup berpindah-pindah sembari melakukan kerja-kerja bawah tanah.

Menurut penelusuran Wieringa, kerja bawah tanah memulihkan kekuasaan Sukarno yang dilakukan Sulami dan kawan-kawannya sangat rapi sehingga sering luput dari pantauan tentara. Ia bertugas membawa dan menyelundupkan pamflet yang dicetak oleh Sri Ambar untuk diberikan kepada Sudjinah. Mereka kemudian mendistribusikan salinan pamflet itu dengan sangat terorganisasi.

“Kami selalu membela Presiden, maka ketika pihak militer terutama Jenderal Soeharto berusaha mendongkel Bung Karno, kami berusaha membelanya,” kata Sudjinah kepada Wieringa (hlm. 437).

 

4

Baret Merah Menggebuk Mbah Suro – tirto

 

5

Markus Giroth; Usaha Menyelamatkan “Partai” di Sulawesi – Uk Marco [catatankaki]

 

Mengenai perjuangan bersenjata ini, persiapannya telah selesai, tinggal pembicaraan teknis saja. Tinggal selangkah lagi, pemunduran ke desa dan perjuangn bersenjata dilancarkan, tapi langkah Revolusi ala Tiongkok yang direncanakan Marcus Giroth dan kawan-kawanharus terhenti. Dia tertangkap bersama Rus Togas pada tanggal 11 Juli 1967 di depan Rumah Andi Syamsu saat beranjak pulang.

6

Memoar Lin Shi Fang – Pergolakan Kalimantan Barat (2022) : Dari ‘1965’, Politik Kekerasan Anti Komunis dan Anti-Tionghoa Hingga Perlawanan Gerilya Pasukan Gunung Bara

 

 

7

This image has an empty alt attribute; its file name is screen-shot-2021-01-12-at-14.09.37.png

simak lebih lanjut cuplikan books.google Coalition Strategies of Marxist Parties

Perlawanan Dari Luar Negeri

Upaya Konsolidasi Politik-Ideologi & Pertentangan Antar Faksi di Kalangan Eksil ’65 : Antara ‘Delegation of the Central Committee of the PKI’ (p. Jusuf Adjitorop) & ‘Foreign Committee of the PKI’ (p. Thomas Sinuraya). 

The Dilemma of Indonesian Political Exiles in China after 1965 – David T Hill

Several thousand Indonesians were in China on 1 October 1965, when six senior military officers were killed in Jakarta by the Thirtieth of September Movement (G30S) in a putsch blamed upon the Indonesian Communist Party (PKI). The event changed the lives of Indonesians—in China and in their homeland—irrevocably. This article examines the impact of bilateral state relations upon the fate of those Indonesian political exiles in China and assesses the role of the Beijing-based leadership of the PKI (known as the Delegation of the Central Committee) as it attempted to manage the party in exile. Oral and written accounts by individual exiles are drawn upon to illustrate the broader community experience and trauma of exile, which was particularly harsh during the Cultural Revolution. The fate of the Indonesian exiles during this tempestuous period of Chinese politics was exacerbated by the failure of the delegation and, ultimately, by the exiles’ eventual rejection by the Chinese state.

Indonesian Political Exiles in the USSR – David T Hill

Eksil di Uni Soviet (Komite Luar Negeri PKI) dan RRT  (Delegasi Komite Sentral PKI) yang saling berseteru

The number of people who were, in the course of 1966, deprived of their nationality in that way and reduced to the status of political refugees is around 500.6 Considering their origin (mostly students, journalists, intellectuals and Party cadres) they belonged to the educated fringe of society, which explains the propensity of some of them to write. Those who belonged to the Party’s network quickly got organised: as soon as February 1966, a “Delegation of the Central Committee of the PKI,” located in Beijing and claiming to act in the name of the Party, summoned all communists to gather in China, and most complied. Concurrently, the Soviet Communist Party encouraged the creation of a “Foreign Committee of the PKI,” sitting in Moscow and charged to handle the community that stayed behind in the USSR, including the very few who made the reverse trip, from Beijing to Moscow, as was the case of two writers mentioned below, Utuy Tatang Sontani and Agam Wispi, in 1971. With the passing years, the antagonism between China and the USSR only grew stronger. The refugees in the USSR, under the leadership of the Foreign Committee and the Soviet CP, limited themselves to a political campaign against the new Indonesian government (the “New Order,” Orde Baru).

Refugees in China …………….  in the countryside; on the other hand, they were preparing themselves to bring revolution to Indonesia in order to restore the PKI and to set up a socialist regime. This implied a heavy political education and military training performed in China and in Vietnam.

(* walau kemudian kita mengetahui rencana untuk kembali membawa revolusi ke tanah ait tersebut sama sekali tidak bisa dilaksanakan)

Periksa hal 120-121

Locked Out: Literature of the Indonesian Exiles Post-1965

simak 1600 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)

 

14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o

13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)
Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)

 

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s