* Kesaksian Tapol 65 eks Pimpinan/Kader IPPI.
Kepingan Kisah Robby Sumolang Ketua Umum Terakhir Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia
Kepingan Kisah Robby Sumolang Ketua Umum Terakhir Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia
Peristiwa itu telah lama berlalu. Namun gema dan puing kehancurannya, ceceran darah dan air mata sekian banyak orang yang menjai korbannya, tetap meninggalkan pertanyaan hingga hari ini: Kenapa semua itu harus terjadi? Kenapa sesama anak bangsa harus berkelahi dalam tragedi yang tidak manusiawi ini?
Banyak orang “dihukum mati” dengan cara amat kejam. Dicincang, dipenggal kepalanya, dipukuli, ditembak,atau dilempar ke luweng dan dibiarkan mati disana. Sementara harta bendanya dibakar musnah karena sangkaan sepihak sebagai “pengikut PKI” tanpa perlu ada pembuktian di pengadilan.
Dan IPPI, organisasi pelajar yang secara struktural tak ada hubungan apapun dengan PKI, terkena imbas dari semua yang terjadi. Ibarat pohon kecil, IPPI tak bisa melawan badai yang menerpanya. Pohon kecil itu tumbang roboh ke bumi bersama ribuan anak bangsa yang menjadi anggotanya sebagai korban sia-sia.
Sementara jutaan lainnya hingga kini masih mengalami diskriminasi di bumi Pancasila ini karena stigmatisasi “bersih linkungan” dan “dosa warisan”. Inilah potret pelanggaran HAM paling kejam di dunia.
Sumber :
Catatan Harian ANAKBANGSA TERPIDANA
Oleh HD Haryo Sasongko,
2003
Penerbit PT Pusaka Utan Kayu
* Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara lelaki semua. Ketika duduk dibangku kelas 1 SMA, langsung dipecat dengan tidak hormat karena menjadi Ketua Umum IPPI, Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia, Cabang Pekalongan.
simak juga
Genosida Intelektual 1965 dan Perampasan 16 Institusi Pendidikan ‘Kiri’
Perburuan dan Pemberangusan Bapak Ibu Guru dan PGRI Non Vaksentral (PGRI NV)
Asman Yodjodolo: Tak Akan Pernah Berhenti
“Saya ini kalau bangun organisasi non-stop, terus-menerus. Saya tidak mau apa yang saya usahakan itu gagal,” ujar Asman dengan penuh keyakinan. Maka, dimulailah penyusunan program kerja untuk IPPI. Program pertama adalah pengenalan IPPI ke semua sekolah. Lagi-lagi, Asman lah yang bertanggung jawab sebagai pembicaranya. “Sampai tamat pun, kalau bisa tetap peduli dengan pelajar. Karena pelajar ini adalah tunas bangsa. Kalau sekarang ini, dibilang penyambung tonggak estavet.” Demikian salah satu seruannya. Tak lama, terbentuklah IPPI di setiap sekolah yang dikunjunginya.
Christina Sumarmiyati –Soe Tjen Marching
Saya memang aktif waktu masih muda: sejak umur 15 tahun sudah ikut organisasi IPPI (Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia), underbownya PKI, dan sempat menjadi koordinator tingkat kabupaten. Saya aktif merekrut anggota-anggota baru. Kegiatan IPPI inilah yang menyebabkan kesenian di desa saya maju, dan kami juga mengadakan pemberantasan buta huruf. Seringkali rumah keluarga saya dipakai untuk pertemuan juga.
*agak berbeda dengan umumnya penyintas lainnya Sumarmiyati tegas menyatakan IPPI sebagai onderbownya PKI
Derita Tahanan Politik1965: Disetrum dan Kerja Paksa *Bedjo Untung
Siang hari ia lewati dengan menghadapi siksaan. Sementara malam hari ia harus berhimpitan dalam satu ruangan untuk bisa sekadar tidur. Ia disiksa demi sebuah pengakuan terlibat PKI dan menyebut nama teman-temannya yang aktif di IPPI.
Badri : Dari KampungTogog Sampai “idu bacin” Tapol 65
Badri memang anak yang cerdas. Jika guru sekolahnya bercerita soal keberaniannya, tak meleset juga. Itu sebabnya pemuda ini dipercaya menjadi pimpinan pengurus kolektif Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia [IPPI] Komisariat Kulon Progo.
Kesaksian Kingkin Rahayu: Kekerasan Seksual dan Keterlibatan Akademisi
Ketika ditangkap di Yogyakarta akhir 1965, Kingkin berstatus mahasiswi dan aktivis Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI). Kekerasan yang dialami Kingkin selama dalam pemeriksaan dan penahanan masih membekas hingga kini, terlebih akibat pelecehan seksual yang dilakukan salah seorang pemeriksa.
Trimo Saat di Buru -Harry S. Waluyo
Pakde ditangkap saat masih remaja. Karena Pakde hobi menggambar, ia diajak kawannya untuk masuk anggota Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia. Saat itu memang banyak kawan Pakde yang menjadi anggota organisasi itu. Sampai satu waktu ketika sedang menggambar di pasar, Pakde diajak untuk berkumpul di kelurahan oleh tentara bersenjata tanpa tahu untuk apa. Ternyata dari kelurahan Pakde dibawa ke penjara Banyuwangi. Ia masih tak mengerti apa salahnya, hanya bisa merasa takut dan terus berdoa supaya bisa cepat pulang.
Dipenjara 14 Tahun Tanpa Proses Pengadilan
Gebar Sasmita dan sering dipanggil Gebar itu, mengaku menjadi anggota IPPI hanya ikut-ikutan, sebagai ajang pergaulan semata sebagai pelajar, dan dia pun mengatakan tidak mempunyai jabatan apa-apa dalam organisasi itu, kecuali sebagai anggota.
Tari Lang Putri Suwondo Budiardjo dan Carmel Brickman
“Sebenarnya saya sudah cukup aktif. Karena usia saya 14 tahun pada saat itu, saya sudah mulai terlibat secara politik. Saya menjadi anggota IPPI (Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia), organisasi kesiswaan pro-Sukarno.” Demikian dikisahkan Tari.
disalin dari Carmel Budiardjo: Cerita anak-anak pendiri TAPOL – ‘Dia bukan tipe ibu tradisional’ – bbc indonesia