Max Lane tak hanya menerjemahkan karya Tetralogi Pulau Buru Pram, tapi ia juga tercerahkan dan terinspirasi oleh gagasannya dan menjadi Indonesianis dengan pemihakan yang tegas serta militan melalui penanya dan kajian-kajiannya sekaligus partisipan aktif dalam proses/turut serta mendukung gerakan melawan kediktatoran Suharto dan pencarian Indonesia yang baru pasca Suharto.
“Pertemuan tersebut (red. pertemuan pertama dengan Pram) meninggalkan kesan di hati Lane. Pramoedya melawan ketakadilan dengan suara lantang, tanpa rasa takut. Pramoedya juga percaya bahwa generasi baru kaum muda Indonesia akan muncul menentang ketakadilan, dengan cara-cara modern untuk membangun masyarakat yang demokratis.
“Seluruh pertemuan dengan Pramoedya pada saat itu mempunyai pengaruh besar pada kesadaran politik saya. Anda dapat mengatakan Pramoedya telah merekrut saya secara tidak langsung,” kata Lane.”
“Bagi Lane, esensi dari semua karya Pramoedya tentang makna revolusi, sebagai suatu proses perjuangan untuk menciptakan suatu sistem yang baru sama sekali tentang Indonesia di luar kerangka feodalisme, kapitalisme, atau imperialisme. Karya Pramoedya bukanlah sebatas materi pengetahuan untuk dunia akademis, melainkan apa yang disebut Lane, “Bagaimana proses perjuangan untuk membentuk masyarakat dan manusia yang sama sekali baru secara kualitatif.”
“Bumi Manusia adalah hasil seni sastra yang bisa mengintegrasikan aspek psikologis berbagai watak lapisan masyarakat; aspek psikologis, gender, aspek sosial dan politik, dan budaya dari bahasa. Bumi Manusia secara gemilang menggambarkan bagaimana satu jenis manusia terlahirkan dalam suatu proses yang revolusioner, yaitu Minke. Jejak Langkah dan Rumah Kaca menjelaskan bahwa penuntasan revolusi demokratik di Indonesia tidak bisa dipelopori oleh kaum borjuis modern karena mereka dikalahkan oleh rezim kolonial Belanda. Dengan mulai munculnya figur-figur gerakan buruh, Rumah Kaca menunjukkan revolusi demokratik harus dicari kepeloporannya, yaitu pada gerakan buruh,” kata Lane.”
Dipetik dari Berhilir pada Sastra, Berhulu pada Politik – Wilson
[Wawancara] DR. Max R. Lane: Sistem Yang Berlaku Ini Tidak Waras
An interview with Max Lane
Max Lane introduced the English-speaking world to the revolutionary that is Pramoedya Ananta Toer, often speculated to be Indonesia’s best candidate for the Nobel Prize in Literature.
WHY YOU SHOULD READ INDONESIA’S “THIS EARTH OF MANKIND” by Max Lane
Max Lane: Pramoedya Sejarawan Terbaik Indonesia
“Max Lane: Pramoedya Pelopor Kebangkitan Asia Tenggara
*Pramoedya and the rebirth of national culture – Max Lane

Unfinished nation: ingatan revolusi, aksi massa dan sejarah Indonesia; Max Lane; Djaman Baroe, 2014
beberapa artikel Max Lane terkait Sejarah, Genosida Politik 1965 dan Elan Revolusi Indonesia
Menunggu (Lagi) Zaman Pencerahan di Indonesia?
Indonesia berdiri sebagai nasion karena ide-ide yang tumbuh di zaman aufklärung yang menghargai kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat. Tapi kini semua berada dalam ancaman.
Mencari Indonesia Babak Ketiga
Indonesia berdiri bukan karena todongan senjata tapi karena prinsip kesukarelaan.
Mencari Indonesia versi 17 Agustus
Kartini adalah sang pemula dari proses revolusi nasional.
17 Agustus vs 1 Oktober
Indonesia dibangun di atas reruntuhan kolonialisme. Orde Baru meluluhlantakannya.
Sukarno: Pemersatu atau Pembelah?
Dalam artikelnya yang masyhur “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme” sejatinya Sukarno melakukan pembelahan bukan persatuan.
Sukarno yang (Di)Kalah(kan) Total
Dia abaikan mekanisme demokrasi. Sosialisme Indonesia buntu di tengah jalan.
Sukarno Disimpang Jalan Revolusi

Malapetaka di Indonesia: sebuah esai renungan tentang pengalaman sejarah gerakan kiri; Max Lane; Djaman Baroe, 2012
Tragedi 1965?
Sebuah pertanyaan besar perlu dikedepankan: apakah malapetaka kemanusiaan pada 1965-1968 adalah sebuah tragedi?
TAOK: A puncture in the hegemony – Max Lane
1965: Merehabilitasi Korban, Merehabilitasi Revolusi – Max Lane
Malapetaka ’65 yang belum usai
Resensi Buku Max Lane Malapetaka di Indonesia: sebuah renungan tentang pengalaman sejarah gerakan kiri
New essay (working draft): Indonesia: 1965 and the Counter-Revolution against the Nation.
50 Years since 30 September, 1965: The Gradual Erosion of a Political Taboo.- Max Lane*
Sejarah Orde Baru dan Indonesia – Max Lane
Memproyeksi Periode Pasca Pasca-Orde-Baru (Bagian 1)
bagian 1
bagian 2
Max Lane: Nasionalisme Indonesia belum selesai
transkrip diskusi buku “Nasionalisme Indonesia belum selesai” yang diselenggarakan oleh Pantau pada tanggal 28 Agustus 2007 di Jakarta.
Wawancara dengan Max Lane : Apakah Sukarno Bisa Main Peran Simbolis sama dengan Bolivar?http://partaipekerja.blogspot.co.id/2011/11/wawancara-dengan-max-lane-apakah.html
In the mid 1960s, the Indonesian military massacred hundreds of thousands of radicals. The country’s left still hasn’t recovered.

Sejarah alternatif Indonesia Malcolm Caldwell-Ernst Utrecht; Djaman Baroe, 2011
Pengantar dan Epilog oleh Max Lane
Peluncuran Buku Max Lane – Indonesia Tidak Hadir di Bumi Manusia

Menulis Mencipta Indonesia – historia.id
Tanpa menulis dan menyebarluaskannya, perlawanan tidak ada gunanya, tidak diketahui dunia
Membaca Indonesia dari Kacamata Seorang Pram – liputan 6
Max Lane: Setelah Indonesia Merdeka, Mau Apa? – suara.com
YangTersisa dari Pramoedya – Gilang Saputro jurnalruang
Simak 1600 ‘entry’ lainnya pada link berikut
Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966
Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)