Bukan Cuma Angka, Mereka Bernama dan Sepenuhnya Manusia
“…tidak tahu, tidak mau tahu, pura-pura tidak tahu atau – inilah yang tragis – takut untuk tahu.. Hersri Setiawan
Situs Literasi (Online) Genosida 1965-1966 adalah situs terlengkap dengan 1100 ‘entry’ tematik (serial) atau non-tematik (dan masih akan terus ditambahkan). Tentu kami tidak menyimpan ribuan Buku, Disertasi, Tesis, Paper Ilmiah, Artikel Opini, Berita dan bahan literasi lainnya, kami hanya memberikan petunjuk arah dengan menghimpun dan menghubungkan pembaca dengan link-link publikasi online yang tersebar di dunia maya. Selain itu situs ini adalah satu-satunya situs yang menghimpun dokumentasi ratusan karya rupa dari puluhan seniman Indonesia terkait Genosida 65. Kami juga melengkapi situs ini dengan himpunan film/video serta karya seni lainnya. Serta tidak bisa tidak untuk memperkaya pemahaman kami juga memperluas dengan pengalaman-pengalaman kejahatan kemanusiaan dan genosida di berbagai negeri, sekaligus juga kejahatan kemanusiaan lainnya sepanjang kekuasaan otoriter/fasis rezim orba-Suharto dan penerusnya
salam pembebasan, andreas iswinarto juru kliping
*Dalih Pembunuhan Massal* menegaskan hal yang sangat penting, bahwa G-30-S disalahtafsirkan secara sengaja, dipelintir dan dihadirkan kembali secara salah pula agar menjadi dalih untuk melancarkan operasi pembasmian yang menjadi salah satu kengerian terbesar dalam sejarah modern dunia.
lawan propaganda orba, bongkar sejarah (berseragam) palsu. ungkap kebenaran, tegakkan keadilan [menolak bungkam, menjadi saksi]
“Dalam seluruh sejarah Repubik Indonesia, sulit menemukan kabar bohong, bualan, atau hoax yang lebih dahsyat dan merusak ketimbang cerita tentang “G-30-S/PKI”. Dahsyat tingkat kebohongannya, dahsyat skala atau lingkup korbannya hingga beberapa keturunan. Inilah hoax yang diproduksi dan disebarkan besar-besaran selama lebih dari tiga generasi oleh negara sejak 1966. Berbagai lembaga dan organisasi swasta ikut membantu”
Mereka yang bersenjatakan senapan dan peluru, mereka yang mempersiapkan diri menghadapi meriam dan tank, seringkali, sejarah menunjukkan, takut pada kata, warna, nada, juga gerak. Mereka takut pada seni yang tak mereka mengerti tapi mampu menggugah orang ramai.
Tidak heran jika di bawah kuasa tiran otoritarian pemberangusan berekspresi menjadi sebuah hal yang lazim. Pengusiran dan penggusuran jadi hal yang biasa, dan kekerasan menjadi bagian dari bahasa politik. Ketika kebebasan rakyat dirampas, para penguasa sebetulnya sedang memindahkan ketakutan mereka.
Seni yang mengikrarkan diri memuliakan manusia dan kemanusiaan selayaknyamembebaskan manusia dari ketakutan ini. Karena kuas lebih tangguh dari peluru!
Joshua Oppenheimer
“Kebenaran memang pernah absolut dan manusia tidak pernah lepas dari interpretasi. Namun hal inb ukan berarti bahwa manipulasi dan pembohongan bisa dibiarkan dan disamakan dengan suatu bentuk interpretasi. Ada hal yang jauh berbeda dari manipulasi dan interpretasi.
Dan seni bisa digunakan untuk menutupi, bahkan mendukung manipulasi publik. Hal ini telah terjadi pada masa Orde Baru. Disisi lainnya akan selalu lahir seni yang mempertanyakan dan melawan manipulasi yang telah merajalela. Seperti kata George Orwell: Pada masa kebohongan universal merajalela, menyatakan kebenaranmenjadi hal yang radikal.”
Soe Tjen Marching
** catatan untuk karya film karena kami anggap bagian dari dokumentasi kami letakan di bagian atas walau tidak bermaksud menafikan unsur kreatif didalamnya