“Gagasan yang diusung dari penisanan ulang adalah perihal kebersamaan dengan melibatkan sebanyak mungkin elemen masyarakat. Untuk melakukan hal tersebut, penisanan dilakukan dengan tiga cara: secara Islam, secara Katolik, dan secara Kejawen. Kegiatan ini juga melibatkan unsur mahasiswa dengan beragam latar belakang, antara lain: GMNI DPC Semarang, PMII Undip, IMM Ibnu Sina Undip, Exsara, RBSS, Komunitas Payung, dan lain sebagainya. Setelah sosialisasi sepanjang bulan September 2014-Mei 2015, beberapa hari sebelum acara dimulai kepanitaan mahasiswa dibentuk. Warga sendiri menyambut dengan antusias, dalam persiapannya berkoordinasi dan secara gotong royong bersama dengan mahasiswa menyiapkan perlengkapan acara. Prioritas utama adalah pelayanan dan persiapan terburuk pengamanan para eks-tapol yang telah berusia lanjut. Tajuk utama dari acara ini mengadopsi ide dari Mbah Kelik: Rekonsiliasi Roh, bahwa kedamaian bukan hanya untuk mereka yang hidup, namun juga kepada mereka yang telah tiada.
Acara berlangsung lancar, dengan dihadiri oleh warga, Pemkot, Camat, Lurah, Perhutani, Ketua Banser Jawa Tengah, mahasiswa, jurnalis, kawan pegiat HAM dari Kendal dan lain sebagainya. Tiap-tiap perwakilan tersebut turut memberikan testimoni. Isu-isu ancaman akan adanya kekerasan yang sempat muncul sebelumnya tidak terjadi. Upacara penisanan diawali dengan sambutan-sambutan, antara lain dari Kesbangpol mewakili Pemkot Semarang, Camat, Lurah, dan kemudian doa bersama. Sembari menaiki bukit menuju kuburan, shalawatan didengungkan, diiringi oleh saxophone dari Romo Aloysius Budi. Nuansa haru tidak tertahankan, baik eks-tapol, keluarga korban, dan mahasiswa, menangis baik pada saat pembacaan doa maupun ketika lagu Bagimu Negeri dinyanyikan.”
Dipetik dari Rekonsiliasi Roh ala Mbah Kelik di Plumbon, Semarang – Rian Adhivira
MENELUSURI KUBURAN PKI
Serangan Saat Tahlil di Kuburan PKI
Pembuatan nisan kuburan massal 1965-1966 sebagian berhasil. Namun masih banyak daerah lain yang menolak pengungkapan jejak kuburan massal PKI tersebut.
Laporan Investigasi DetikX

Romo A. Budi Purnomo mengiringi peletakan nisan kuburan massal korban tragedi 1965 di Plumbon, Semarang. Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikcom

Nisan yang dipasang di kuburan massal di Semarang. Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikcom

Ziarah ke kuburan massal tragedi 1965-1966 di Plumbon, Semarang Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikcom
investigasi selengkapnya
Horor 1965 di hutan jati
Kisah kuburan massal korban 1965 di Semarang, cerita para saksi mata, dan bagaimana generasi baru memulai pelurusan sejarah lewat sebuah nisan.
Peresmian Nisan Kuburan Massal ’65 di Dusun Plumbon Kota Semarang
CNN Indonesia Para penggiat hak asasi dari Semarang menyatakan menemukan tempat yang diduga menjadi kuburan massal warga yang terlibat dalam gerakan 1965. Di lokasi kawasan Hutan Plumbon, Wonosari Semarang tersebut diperkirakan terdapat 27 jasad.
50 Tahun Mencari, Sri Temukan Ayahnya di Kuburan Massal
Pemkot Semarang Apresiasi Pemasangan Nisan di Makam Massal Korban Peristiwa 1965
Semarang Izinkan Makam Korban1965 Diberi Nisan
Kader NU Dukung Pemakaman Ulang
Guru Besar Unnes Apresiasi Pengungkapan Kasus Kuburan Massal Semarang
Perhutani Izinkan Lahannya untuk Makam Korban 1965
Bagaimana Cara Aktivis HAM Menyampaikan Kuburan Massal Tragedi 1965?
Perjalanan untuk menggali data para korban yang terkubur dalam dua liang lahat sejak Oktober 2014 lalu.
Penggalian dan Pemakaman Layak Korban 65/66, Pemerintah Diminta Susun Payung Hukum
Pemerintah diminta menyusun payung hukum terkait perintah penggalian dan pemakaman layak bagi korban tragedi 65/66.
“Penguburan Kembali Sitaresmi” – Cerpen Triyanto Tiwi Kromo yang Terinspirasi Kuburan Massal Plumbon
Para penembak menusukkan bayonet ke mata, tetapi hanya terlihat semacam perisai cahaya yang menghalangi siapa pun menatap Sitaresmi menyanyikan tembang ”Maskumambang”. Tembang berbunyi: kelek-kelek biyung sira aneng ngendi/ enggal tulungana/ awakku kecemplung warih/gulagepan wus meh pejah2 itu dinyanyikan lirih, tetapi entah mengapa bisa kudengarkan dengan sangat jelas.
Tetap tak bisa membunuh Sitaresmi, Komandan Regu Tembak rupa-rupanya tidak kehilangan akal. Dengan sigap, dia berteriak, ”Jika salah satu dari kita tak bisa membunuh Sitaresmi, bukan tidak mungkin para sinden, yang mungkin tahu rahasia sang majikan, justru bisa dengan mudah menghabisi dalang sialan itu. Beri mereka belati. Suruh mereka menguliti tubuh Sitaresmi!”
selengkapnya
Asvi Pembunuhan Massal dan Kuburan Korban 1965 Benar Ada
Pak Luhut dan Pak Sintong, Korban 1965 Bukan soal Angka melainkan soal Manusia
Mempersoalkan kuburan massal dalam tragedi 1965
Masih relevankah membicarakan kuburan massal sebagai indikator untuk menentukan apakah pelanggaran HAM 1965 terjadi?
Memorial Pembunuhan Massal (Genosida) 1965-1966 lainnya
Heads from the North Karya Dadang Christanto, Memorial (Monumen Peringatan) Pembunuhan Massal 1965-1966 Di National Gallery of Australia Sejak Tahun 2004
Memorial (‘Monumen Peringatan’) Taman 65
Simak 1100 ‘entry’ lainnya pada link berikut
Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966
Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)