Film Tjidurian 19: Rumah
Budaya yang Dirampas (Seized Culture House)
Cerita Soal Markas Lekra- tempo
Kediaman Oey Hay Djoen, anggota Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang juga menjadi wakil rakyat dari Partai Komunis Indonesia, dihibahkan untuk dijadikan markas Lekra. Dulu, alamatnya di Jalan Cidurian 19, bilangan Menteng, Jakarta Pusat.
Arena Berkesenian Lekradi Jalan Cidurian 19 – cnn indonesia
Di Pulau Buru ia ditempatkan di Unit III yang dikenal sebagai unit die hard bersama Pramoedya Ananta Toer dan Rivai Apin. Sikap kerasnya menyambung perlawanan kaum naturalisten yang tidak mau bekerjasama dengan penguasa kolonial di Boven Digoel 40 tahun sebelumnya. Ia tetap membaca dan berkarya, antara lain menerjemahkan karya klasik Plato, Republic, dari edisi buku saku berbahasa Inggris dan panduan akupunktur yang disusun Felix Mann, pendiri dan ketua pertama Medical Acupuncture Society. Tapi kerja intelektual ini berimbang dengan kerja fisik. Hersri Setiawan, yang juga ditahan di Pulau Buru, dalam pidato untuk menghormati Oey bercerita bahwa Oey yang tidak punya latar belakang petani pernah memenangkan lomba menanam benih di sawah yang baru digarap. Oey termasuk rombongan terakhir yang dilepas dari Pulau Buru bersama Pramoedya, Rivai Apin, Hasjim Rachman dan Karel Supit. Penguasa militer terus terang bilang bahwa mereka adalah rombongan die hard yang harus dipisahkan dari tahanan lain.
baca selengkapnya Mengenang
Oey Hay Djoen (1929-2008) – Hilmar Farid
Dari Lensa Oey Hay Djoen – “Geliat Republik Baru” (1950 – 1965)
*jejak langkah Oey
Hay Djoen seiring Geliat Republik Baru (cat admin)
diproduksi oleh
ISSI
Sejak 2005
Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) diberi kepercayaan untuk merawat ratusan foto dari koleksi keluarga Oey Hay Djoen. Foto-foto ini menggambarkan perjalanan hidup Oey Hay Djoen beserta keluarganya dan berbagai aktifitas politik dan kebudayaan yang berlangsung antara 1955-1965. ISSI bersama seniman grafis Alit Ambara menyusun rangkaian foto dari dua sisi sejarah: sejarah keluarga dan sejarah bangsa untuk memperlihatkan persinggungan antar keduanya dan pengaruh yang satu terhadap yang lain. Rangkaian foto ini juga disusun berdasarkan tema-tema yang tercantum di dalam silabus pengajaran sejarah di sekolah menengah. Secara keseluruhan situs ini diharapkan akan dapat membantu para guru dan siswa untuk mempelajari sejarah Indonesia dengan bahan-bahan penunjang yang beragam bentuk maupun isinya.
Tujuh Tokoh Terima GusDur Award – nu.or.id
*satu diantaranya diberikan kepada Oey Hay Djoen
2 tulisan (feature dan opini)
serta puisi Oey Hay Djoen
Pasaran Bersama Eropa: Suatu Revolusi Dalam Pola Perdagangan Dunia?
sumber: Sosialisme Hari Ini dan Hari Esok Bangsa-Bangsa, 1963
PUISI-PUISI OEI HAY DJOEN
(disalin dari lampiran
Orbituari yang ditulis JJ Kusni)
TITIPAN
melesat
dua kali melesat
bayangan
seperti anak panah
mengarah dan mengenai
sasaran
sajak a la haiku
ira iramanto
2007
YANG TIDAK MAU
KETINGGALAN
1.
batang-batang bambu
dikumpulkan
lubang besar buatan
meteor
langit ketujuh sudah
dibuka (kembali)
2.
padi bunting merunduk ke
tanah
burung sriti pulang ke
sarang
sang kekasih menengadah
bulan
3.
kelelawar penuhi gua
di kelenteng sembahyang
rebutan
orang bertapa digigit
nyamuk
4.
lentera disusun
bersab-sab
gelombang tinggi
mengekang nelayan
berotak udang di
mana-mana
ira iramanto
2008
SATU
seruling merindukan
priangan
si kabayan menolong orang
kereta api menembus
trowongan
DUA
berisik di kamar sebelah
goyang rumput di hembus
angin
al maut menjemput nyawa
TIGA
air terjun tumpah
menderu-deru
ada anak merenung nasib
pencerahan tak kunjung
datang
EMPAT
sejuk pagi hari
periba datang menagih
burung besi terbang lalu
LIMA
gemerincing logam
dihitung-hitung
gelombang pasang
menjadi-jadi
berdamai dengan kematian
ENAM
ada srigala berburu
mangsa
peziazah memungut bunga
melati
rezeki menunggu di ujung
jalan
TUJUH
genjer-genjer lembah
gemulai
gunung meledak marah
merah
gambar telentang
diinjak-injak orang
DELAPAN
kunang-kunang bermain
terang
tak kunjung pulang si
anak hilang
berdangdut rian di pasar
malam
SEMBILAN
kuku harimau diikat emas
putih
jago silat siap berlaga
banjir bandang menyapu
bersih
SEPULUH
gereja di atas bukit
ikan berlompatan dalam
kolam
pasukan pulang dari medan
perang
WELASAN
memang sepuluh ditambah
satu
meratapi orang yang
dipanggil pulang
omong kosong disepuh emas
di saiang bolong
orang terkapar di tengah
pasar
dikutuk sesat
bertubi-tubi
layangan bersambit-sambitan
pahlawan pulang
berarah-darah
rumput bergoyang hanya
sekali
ira iramanto
2008
terjemahan Oey Hay Djoen (dari sekitar 30an buku)
Orbituari dan Kesan Perjumpaan
Akhir Perjalanan Sang 001 – Amarsan Loebis
OBITUARI
Selamat Jalan Oey Hay Djoen – JJ. Kusni
Pak Oey dan Sumbangan Akademiknya – Ulil Abshar Abdalla
Oey Hay Djoen : ‘TokohKebangsaan’ – Ibrahim Isa
Pelurusan Sejarah, Mungkinkah? – F Pascaries
Siapa MauJadi Penerjemah ? – F Pascaries
liputan koran
Oey Hay Djoen: Cerita Soal ‘Tahanan Politik 001’ – cnn indonesia
Bringing ‘Das Kapital’ to Indonesia – Evi Mariani
Kapital Marx MenyapaIndonesia – Gatra
Hanya dalam delapan bulan, Oey Hay Djoen berhasil merampungkan penerjemahan Das Kapital ke dalam bahasa Indonesia. Setelah 138 tahun jadi misteri, kini karya besar Karl Marx itu terbuka lebar untuk pembaca Indonesia. Masih relevankah?
simak juga wawancara Ini
Kultural, Bukan Politik
unduh
A Pouring Out of Words: Das Kapital in Bahasa Indonesia Translation
journals.ateneo.edu
Due to the recent global crises, Karl Marx’s fundamental work, Das Kapital (1867), has seen a resurgent interest. This renewed interest has also resulted in the production of several new translations of this work into various languages. It was quite a coincidence therefore that the first complete translation into Bahasa Indonesia was published as Kapital: Sebuah Kritik Ekonomi Politik in Jakarta by the Hasta Mitra Press in 2004. The translator was Oey Hay Djoen (1929-2008), an activist and former political prisoner on Buru island during the Soeharto Orde Baru regime. According to Oey, he used Ben Fowkes’s English translation for the Penguin edition (1971) as the primary basis for his own translation. Oey also translated the second and third volumes of Das Kapital into Bahasa Indonesia aside from numerous other works by Marx and Engels. Focusing exclusively on the celebrated first chapter of Das Kapital (volume 1), this study will attempt a preliminary translation analysis of Oey’s Bahasa Indonesia translation.