*kolaborasi karya rupa Andreas Iswinarto dan
puisi Okty Budiati
puisi Okty Budiati
(puisi tidak selalu terkait langsung dengan ’65)
tubuh mengapung
crayon oil di kertas a4
Tubuh Mengapung
Okty Budiati
Di aliran meriak remang
Hanya bayangan kelam
Bias di bingkai jendela
Jiwa-jiwa dimusnahkan
Terapung bagai mega angan
Sudahkah muara darah jadi
pengingat
pengingat
Tentang perang dan cinta tiada
usai
usai
Keyakinan saksi dimatikan
dibisukan
dibisukan
Merajut rintik keseimbangan
Hingga merdeka tubuh terwujud
Negeri ini berdiri di atas
kematian
kematian
Waktu dan perjuangan belumlah
usai
usai
Jakarta 27.2.2018
‘seujung kuku tanpa kelingking……”
crayon oil di kertas a4
NOKTAH SEORANG PELUKIS
Okty Budiati
Sewaktu ditanamkannya lembar-lembar kertas, menggurat darah yang berlapis awamineral**. Suara-suara bernyawa, tanpa bentuk, tanpa warna. Sedangkan pada riak kehidupan, perlahan, dan perlahan, banyak kisah belum terungkap. Para pencatat jejak, juga pemulung kisah-kisah, seakan hilang bagai butiran debu, serta gulita malam.
Di ruang yang sepi itu, ragam wujud dipulangkannya kepada bentuk-bentuk lirih, seperti karikatur melodi luka. Catatan kecil berwarna, tentang sejarah manusia di mana ia juga hidup di kemudian harinya. Tafakur laksana telaga, menjaga suara-suara untuk setia berbicara; “penghormatan kepada perjuangan masa silam”.
Jakarta 26 Februari 2018
*prosa berangkat dari lukisan Andreas Iswinarto
** bebas dari mineral
separo abad lebih digantung….
dalam sekejab dunia
perempuan-perempuan pejuang ini di jungkirbalikan
perempuan-perempuan pejuang ini di jungkirbalikan
dalam siksa dalam derita tanpa
salah yang terus digantung melampaui separo abad
salah yang terus digantung melampaui separo abad
namun harapan terus berurat akar demi cita-cita dunia (gunungan itu masih belum sempurna tentu) baru
* crayon oil di kertas a4
…….
Okty Budiati
Pada negara tiada setara
Aku lihat janji dalam panji-panji
Semacam gejolak sutera putih
Namun kejahatan itu masih
terlilit
terlilit
Di kota-kota yang terpencil
Orang-orang tua dibuang
Anak-anak ditindas pendidikan
Perempuan ditiadakan
Masihkah merah putih bicara
Tentang keadilan bersosial
Jika hukum dijungkirbalikan
Jakarta 27.2.2018
Panjang Umur Ingatan
Beribu kali kalian labur tembok itu, kalian tak akan bisa menyembunyikan
ingatan, luka dan kehilangan……..
* crayon oil di kertas a4
“Beribu Kali Kalian Labur Tembok
Itu, Kalian Takkan Bisa Menghilangkan Ingatan”
Itu, Kalian Takkan Bisa Menghilangkan Ingatan”
Okty Budiati
Sayatan duka
Tertoreh dalam waktu
Gemakan!!
Jakarta 28 Februari 2018
Kuburan massal kekasih bung Karno.
RIP Marhaen
crayon oil di kertas a4
SUBURLAH
Kepada tanah air
Bergeraklah tanpa tedeng aling-aling
Sejajar menjalar ciptakan persatuan
Konsekuensi berdiri di kaki sendiri
Bangsa besar dataran Asia
Kesaksian cita-cita yang tertunda
Ingatlah semangat pejuang gigih
Seluruh gunungan tanah negeri ini
Revolusi merah dari barisan rakyat
Suburlah petani juga seni
Jakarta
1 Maret 2018Okty Budiati | Puisi terinspirasi dari lukisan
1 Maret 2018Okty Budiati | Puisi terinspirasi dari lukisan
“Kuburan
massal kekasih Bung Karno: RIP Marhaen”
massal kekasih Bung Karno: RIP Marhaen”
Kali Mayit dan Ikan-ikan Mayit
mayat-mayat digelontorkan ke sungai… (bengawan solo, kali brantas, sungai ular dll) …. akhirnya ke laut
crayon oil di kertas a4
DI ARUS WAKTU
Indahnya sungai itu
Kini meriak hilang
Bersisa genangan darah
Tinggalkan kisah-kisah
Tertoreh di bebatuan
Bias perut-perut ikan
Sebagian dari mereka
Dikenang bagai benalu
Bahkan dilupakan serentak
Di arus waktu menata altar
Setiap jejak jutaan nyawa
Dibinasakan oleh sesama
Bangsa pembunuh anak-anaknya
Jakarta 1 Maret 2018
Okty Budiati
masih segar……
176 lokasi kuburan massal
korban#Genosida65_66hasil pendataan YPKP 65 barulah fenomena gunung es saja,
jauh lebih banyak data yang tidak/belum diketahui dibandingkan dengan kuburan
massal yang ditemukan YPKP serta organisasi advokasi korban lainnya
korban#Genosida65_66hasil pendataan YPKP 65 barulah fenomena gunung es saja,
jauh lebih banyak data yang tidak/belum diketahui dibandingkan dengan kuburan
massal yang ditemukan YPKP serta organisasi advokasi korban lainnya
*crayon minyak di kertas a4
MERAH
Okty Budiati
Ilalang samar
Pantulan matahari
Di gurat nadi
Menata halu sentak
Nyalakan api
judul karya rupa dan narasi
perupa
perupa
menganyam api-luka perempuan
yang berjuang
yang difitnah
yang dipatahkan
yang dibinasakan….
berjuang menyembuhkan dirinya,
bangsanya
bangsanya
dan mereka tetap tegak
sehormat-hormatnya.
sehormat-hormatnya.
sembari menyenandungkan Salam
Harapan – Dialita
Harapan – Dialita
saya menggoreskancrayon minyak di
kertas a4
kertas a4
ANATOMI
Okty Budiati
butir serak kerikil
di tumpukan pasir
hanya tebar arang
mengukir tanah kering
sementara arsir
menjadi tanda
hidup belumlah akhir
hapus penindasan
18.2.2018
aku titipkan luka dan kotak
pandora
pandora
crayon minyak di kertas a4
PECAHKAN
Okty Budiati
I.
Galian tanah basah
Bayang jejak merayap
Belatung terkunyah
Mentah-mentah
Perang pesakitan dunia
Manusia-manusia indah
Merupa mayat bersayat
Semua kapitalisme gila
Sirkuit sejarah dibuat
Tepat di peti ziarah
“negaraku semacam bangkai busuk
jenazah”
jenazah”
II.
Pandora waktu
Di ladang penantian
Manis darah menggugat
Cintailah bumi
Atas nama daratan
Bangkitnya lautan
Di ujung represi
Luka garis melingkar:
REVOLUSI !!
Jakarta 16 Februari 2018
*puisi untuk 65 terinspirasi dari
lukisan Andreas Iswinarto
lukisan Andreas Iswinarto
Ziarah (Sejarah) Senyap :
Arsip-arsip Kesaksian Korban 65
Arsip-arsip Kesaksian Korban 65
oil crayon di kertas a4
Batas kepastian tiada pasti
Penghargaan masa silam hilang
Garis senja berbaris harapan hari
Meski perjuangan direncanakan
Penghianatan mencipta politik
Bukan lagi lainnya yang bertindak
Selain berdiri setinggi-tingginya
Meraih sehak-haknya hidup kami
Satukan lidi yang terayak materi
Di mana kami pernah bersuara
Demi martabat negeri ini
Jakarta 27 Februari 2018
simak kompilasi
Indonesian Visual Art Archive on Massacre 1965-1966 – Arsip Seni Visual Genosida 1965-1966
simak 1500 ‘entry’ lainnya pada link berikut
Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)


Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)